Makalah Agama Islam
Tentang
Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan


unp.jpg

Oleh : Kelompok VII
                      1.MIKE WULANDARI                                                       (1204478)
2.MARYSHA APRILIAN                                                   (1203273)
3.SINDI DWIYANA PUTRI                                               (1204715)
4.ENDO SALFINDO                                                           (1201978)
5.NIKO SURYA PRATOMO                                             (1206408)
          6.RAHYU DIATI
Dosen Pembimbing:
Indah Muliati S.Pd.I,M.Ag
Kode Seksi:24342
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua, terutama kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Berikut ini, penulis persembahkan sebuah makalah yang berjudul, “Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan”.
 Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis. Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruandalam makalah ini, penulis mohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.
                                                                                                           







Penulis,



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii           
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii          
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A.    Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
D.    Sistematika Penulisan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3-13
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 14
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 14
B.     Saran............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN
 A.           Latar Belakang
            Manusia bukanlah malaikat yang lepas dari kesalahan dan dosa, sanggup beribadah dan bertasbih selamanya, namun manusia juga bukan syaitan yang senantiasa salah, sesat dan menyesatkan, akan tetapi manusia adalah makhluk yang diberikan dan dibekali oleh allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan akal dan nafsu disertai dengan hati yang bersih menjadikan manusia mendapatkan derajat yang tinggi dari malaikat
Kalau kita lihat sejarah kebelakang sebelum islam itu datang, kita dapat temukan refernsi-referensi tentang bejad dan tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah yang tidak mempunyai peradaban yang murni mereka hanya mengumbar nfsu belaka tanpa mementingkan etika yang baik dan mulia. Ini semua adalah disebabkan oleh tidak adanya aturan dalam hidup, oleh sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi yang merupakan nabi dan rosul terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk menyempurnakan akhlak dimuka bumi ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri sebagaimana diterangkan dalam hadist berikut:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Artinya: ‘‘Sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk menyempurnakan akhlak’’
Hadits diatas menunjukan kepada kita, bahwa benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan dan memaksimalkan akhlak baik di dunia ini, karena dengan akhlak baiklah maka kan berbuah syurga yang dinanti
Maka dengan adanya pengutusan nabi dan rosul terakhir ini terbukti adanya perubahan yang sangat signifikan yang merubah dari zaman kegelapan menjadi zaman terang benderang. Keadaan ini pun berlangsung sangat lama karena benar-benar pengaruh nabi Muhammad begitu terasa.

B.                 Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
  1. Akhlak terhadap Allah
  2. Akhlak terhadap manusia
  3. Akhlak terhadap alam
  4. Ukhuwah Islamiyah.
C.                  Tujuan Penulisan
Secara umum Diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami dan menerapkan perihal Akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya. Selain itu juga sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam, agar telaksana tujuan pendidikan yang diharapkan.
D.                  Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi atau pembahasan dan penutup.





BAB II
PEMBAHASAN
A.Akhlak Terhadap Allah
               Titik  tolak  akhlak  terhadap  Allah  adalah  pengakuan   dan kesadaran  bahwa  tiada  Tuhan  melainkan  Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang  jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.(2) 
               Itulah sebabnya mengapa Al-Quran  mengajarkan  kepada  manusia untuk    memuji-Nya,   Wa   qul   al-hamdulillah   (Katakanlah "al-hamdulillah"). Dalam  Al-Quran  surat  An-Nam1  (27):  93, secara tegas dinyatakan-Nya bahwa, 
Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan."
               Makhluk  tidak  dapat  mengetahui dengan  baik  dan  benar  betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah  Swt.  Itu  sebabnya   mereka   --sebelum   memuji-Nya-- bertasbih  terlebih  dahulu  dalam arti menyucikan-Nya. Jangan sampai  pujian  yang  mereka  ucapkan  tidak   sesuai   dengan kebesaran-Nya.    Bertitik    tolak   dari   uraian   mengenai kesempurnaan Allah, tidak heran kalau  Al-Quran  memerintahkan manusia  untuk  berserah  diri  kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.
Beberapa akhlak yang sudah menjadi kewajiban bagi kita sebagai mahluk kepada kholiq-Nya, diantaranya:
  • Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai denganperintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
  • Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
  • Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan penerapan akhlak dalam Kehidupan.
  • Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
  • Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu idak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Seorang muslim harus menjaga akhlaknya terhadap Allah swt, tidak mengotorinya dengan perbuatan syirik kepada-Nya. Sahabat Ismail bin Umayah pernah meminta nasihat kepada Rasulullah saw, lalu Rasulyllah memberinya nasihat singkat dengan mengingatkan, “Janganlah kamu menjadi manusia musyrik, menyekutukan Allah swt dengan sesuatupun, meski kamu harus menerima resiko kematian dengan cara dibakar hidup-hidup atau tubuh kamu dibelah menjadi dua“. (HR. Ibnu Majah).
B.Akhlak Terhadap Manusia
            Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia dan al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Nabi Muhammad Saw. –misalnya -- dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Karena itu, al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”.(QS al-Hujurât [49]: 2).
  1.Akhlak kepada diri sendiri
Adapun Kewajiban kita terhadap diri sendiri dari segi akhlak, di antaranya:
  • Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
  • Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan Alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
  • Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
  • Benar,,yaitu sifat jujur/shidiq.dalam praktekna jujur tercermin pada kesesuaian antara sikap yang muncul dengan isi hati dann bahasa lisan serta melahirkan sikap saling mempercayai antar masyarakat.
  • Amanah,artinya sifat berpegang teguh pada kepercayaan yang diberikan dan menjalankan nya dengan penuh tanggung jawab.
2. Akhlak kepada keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha.Melalui komunikasi juga dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya.
 3.Akhlak kepada Sesama Manusia
Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Mukmin yang paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya“. (HR. Ahmad).
Diantara akhlak-akhlak itu diantaranya, adalah:
a. Akhlak terpuji ( Mahmudah)
Penerapan akhlak sesama manusia yang dan merupakan akhlak yang terpuji adalah sebagai berikut:
  • Husnuzan
Berasal dari lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
-          Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia
-          Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat buruk.
Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain.
  • Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa rendah hati kepada saudaranya semuslim maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan barangsiapa mengangkat diri terhadapnya maka Allah akan merendahkannya” (HR. Ath-Thabrani).
  • Tasamu
Artinya sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S. Alkafirun/109: 6) Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakini.
  • Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia. Allah berfirman, ”…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”(Q.S. Al Maidah/5:2)
Selain sifat-sifat di atas masih banyak lagi sifat-sifat terpuji lainya yang menjadi patokan akhlak kita antar sesame.
b.  Akhlak Tercela ( Mazmumah )
Beberapa akhlak tercela yang harus kita hindari dalam kaitanya akhlak antar sesama diantaranya:
  • Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat orang lain beruntung. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling mendengki, dan janganlah kamu saling menjatuhkan. Dan hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara dan tidak boleh seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari“. (HR. Anas).
  • Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas kejahatan. Allah berfirman:
”Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar” (Q.S. An Nahl/16:126)
  • Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman,
”…dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing
sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik…” (Q.S. Al Hujurat/49:12).
  • Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi perselisihan antara keduanya. Allah berfirman,
”Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat/49:6
1.       Akhlak terhadap orang yang lebih tua,yaitu generagi muda agar menghormati dan menghargai generasi yng lebih tua.
2.       Akhlak terhadap teman sebaya,dalam pergaulan yg sebaya jangan merasa ebih dari orang lain.
3.       Akhlak terhadap oranng  yang lebih muda,yaitu agama menganjurkan agar yang lebih tua memberikan kasih sayang kepada yang lebih muda.
4.       Akhlak terhadap orang yang berbeda agama,banyak ajaran Allah SWT dan rasul SAW yang membimbing umat islam untuk berbuat baik kepada non muslim.
C.Akhlak Terhadap Alam(Lingkungan)
 Lingkungan  adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
          Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
          Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan.
            Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
           Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar.
          Sebelum Eropa mengenal Organisasi Pencinta Binatang, Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan, “Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik”.
         Di samping prinsip kekhalifahan yang disebutkan di atas, masih ada lagi prinsip taskhîr, yang berarti penundukan. Namun dapat juga berarti "perendahan". Firman Allah yang menggunakan akar kata itu dalam al-Quran surat al-Hujurat ayat 11 adalah: “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. (QS al-Jâtsiyah [45]:13).
          Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia dalam hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apa pun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan kepentingannya di akhirat kelak.
    
D.Ukhuwah Islamiyah
a.Definisi UkhuwahIslamiyah
            Ukhuwah yang biasa diartikan sebagai “persaudaraan”, terambil dari akar kata yang pada mulanyaberarti“memperhatikan”.Ukhuwah islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat islami atau yang diajarkan oleh Islam”.Ada dua alasan untuk mendukung pendapat ini. Pertama, Al-Qur’an dan Hadits memperkenalkan bermacam-macam persaudaraan. Kedua, karena alasan kebahasaan. Di dalam bahasa arab, kata sifat selalu harus disesuaikan dengan kata yang disifatinya. Jika yang disifati berbentuk indefinitif maupun feminin, maka kata sifatnya pun harus demikian. Ini terlihat secara jelas pada saat kita berkata “ukhuwah Islamiyah danAl-UkhuwahAl-Islamiyah”.
Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.

b.Macam-MacamUkhuwahIslamiyah

            Ukhuwah Islamiyah, yakni ukhuwah yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyinggung masalah ukhuwah Islamiyah dan dapat kita simpulkan bahwa di dalam kitab suci ini memperkenalkan paling tidak empat macampersaudaraan:
1)Ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara kesemahlukan dan kesetundukan kepada Allah.
2)Ukhuwah Insaniyah (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara 3)Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan. 4)Ukhuwah fidin Al-islam yaitu persaudaraan antar sesame muslim.
c.Manfaat Ukhuwah Islamiyah
1.Merasakan lezatnya iman
2)Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi).
3)Mendapatkan tempat khusus di surga
d.Proses Ukhuwah Islamiyah
a)      Melaksanakan proses Ta’aruf
ِيَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT . Adanya interaksi dapat membuat ukhuwah lebih solid dan kekal. Persaudaraan Islam yang dijalin oleh Allah SWT merupakan ikatan terkuat yang tiada tandingannya, Perpecahan mengenal karakter individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran (Fikriyyan). Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan terhadap suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola yang dikagumi dan diikuti, dan lain sebagainya. Pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku
            b) Melaksanakan proses Tafahum
Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Saling memahami adalah kunci ukhuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak akan berjalan. Proses ta’aruf (pengenalan) dapat deprogram namun proses tafahum dapat dilakukan secara alami bersamaan dgn berjalannya ukhuwah. Dengan saling memahami maka setiap individu akan mudah mengatahui kekuatan dan kelemahannya dan menerima perbedaan. Dari sini akan lahirlah ta’awun (saling tolong menolong) dalam persaudaraan. Ukhuwah tidak dapat berjalan apabila seseorang selalu ingin dipahami dan tidak berusaha memahami org lain. Saling memahami keadaan dilakukan dgn cara penyatuan hati, pikiran dan amal. Allah-lah yang menyatukan hati manusia.
            c)Melakukan At-Ta’aawum
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتُحِلُّوا شَعَائِرَ اللهِ وَلاَ الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلاَ الْهَدْىَ وَلاَ الْقَلاَئِدَ وَلآَءَآمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “Hai kehormatan bulan-bulan Haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) menggganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Rabbnya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-maidah:2)
            Bila saling memahami sudah lahir, maka timbullah rasa ta’awun. Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan aman (saling bantu membantu). Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan tersendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dan butuh bantuan orang lain. Kebersamaan akan bernilai bila kita mengadakan saling Bantu membantu.
            d)Melaksanakan proses Takaful
Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak kisah dan hadits Nabi SAW dan para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti ketika seorang sahabat kehausan dan memberikan jatah airnya kepada sahabat lainnya yang merintih kehausan juga, namun setelah diberi, air itu diberikan lagi kepada sahabat yang lain, terus begitu hingga semua mati dalam kondisi kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dirinya (itsar).
            Inilah cirri utama dari ukhuwah ialamiyah.Seperti sabda Nabi SAW: “Tidak beriman seseorang diantaramu hingga kamu mencintainya seperti kamu mencintai dirimu sendiri”. (HR. Bukhari-Muslim).

Betapa indah ukhuwah islamiyah yang diajarkan Allah SWT. Bila umat islam melakukannya, tentunya terasa lebih manis rasa iman di hati dan terasa indah hidup dalam kebersamaan. Kesatuan barisan dan umat berarti bersatu fikrah atau pemikiran dan tujuan tanpa menghilangkan perbedaan dalam karakter (kejiwaan). Inilah kekuatan Islam. Mari kita mulai dari diri kita, keluarga, Masyarakat dekat untuk menjalin persaudaraan islam ini.







BAB III
PENUTUP
 A.                Kesimpulan
Kajian tentang akhlak merupakan kajian yang sangat penting, karena jatuh bangunnya suatu bangsa ataupun masyarakat tergantung pada bagaimana akhlak manusia. Seseorang yang berakhlak mulia akan memenuhi kewajiban terhadap dirinya, memberikan hak kepada yang berhak, dia akan melakukan kewajibannya terhadap Tuhannya, terhadap sesama manusia, dan terhadap alam lingkungannya. Oleh karena itu, secara tidak langsung akhlak yang mulia dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan harmonis di dunia ini, dan menjadi kunci kebahagiaan abadi di akhirat kelak.Serta akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk. Akhlak ini merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
B.                 Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W , setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak, Yogyakarta, LPPI UMI. 1999.
Djatnika, Rakhmat. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas. 1992.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf, Jakarta, RajaGrafindo Persada. 2010
Syihab, Quraish. Wawasan Ai-Qur’an, Bandung, Mizan.
Depag. R.I., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag R.I. : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1978.
Shiahab, M. Quraisy, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007.