Akukah?



“Mbak, apa kamu nggak melihat wajahku yang memelas ini. Aku merasa sudah tak bisa lagi mencintai laki-laki selain dia.”

Aku tak melanjutkan pembicaraan, mau bilang apa? Kalau pada akhirnya aku juga tak bisa memberi solusi, salah-salah nanti malah salah. Terlebih lagi, mungkin karena kita merasakan hal yang sama.
***
Angka 11. Tak ada apa-apa. Besok pelepasan wisuda, apa yang spesial? Aku mencari-cari, tak kutemukan. Pagi ini menyetlika baju untuk wisuda nanti angka 16, lagi-lagi aku tak menemukan hal yang setidaknya aku menyebutnya ‘sangat menggembirakan’. Seminggu yang padat dengan ini itu, yang aku tak sempat pulang, atau aku terlalu betah di sini, enggan beranjak? Oh, kenapa?

Hai, aku di sini sampai akhir November. Kamu, kamu, atau kamu yang belum menyelesaikan urusan, kapan akan bertemu? Atau kamu yang setidaknya merindukanku, kapan bertemu? Atau kamu yang sebenarnya kurindukan, kapan kita bertemu. Dan sampai di sini aku bimbang, siapa kamu yang kurindukan dan seberapa banyak rindu yang kurasakan. Lagi-lagi, aku mencari rindu itu namun sampai dimana aku juga tak tahu. Sudah telalu lama, ini rasanya hambar, semuanya hambar.

November: hujan, bimbang, rasa, dan cinta.

Angka 19 nanti, ada yang ulang tahun. Angka 22 nanti, juga ada yang menginjak usia satu tahu. Apakah pantas dirayakan? Jika sebenarnya itu sudah tiada. Angka 22, apakah hanya aku yang mengingat? Angka 22 nanti akan ku tunggu.

Awalnya, aku menolak seperti ini. Tapi pada akhirnya aku menyerah. Rasa apa ini?
***
“Kalau nanti kita sudah mempunyai kekasih, apakah akan terus seperti ini?”
“Mungkin, atau setidaknya izin dengan kekasih kita.”
“Kamu gila.”

Yang kutakutkan, ini akan berlaku untuk selamanya, selamanya. Sampai kapan kita akan seperti ini? Adakah niatan untuk menghentikan? Karena pada dasarnya aku tidak. Membiarkan. 

“Bodoh itu, terlalu mencintai sampai mengorbankan harga diri.”

Akukah?

11 November 2013