Aplikasi Pengkajian dan Penelitian Wacana




·         WACANA: LAUTAN PENELITIAN LINGUISTIK
Penelitian wacana dianggap sebagai jawaban terhadap munculnya berbagai kegelisahan yang dirasakan para peneliti bahasa di berbagai belahan dunia. Sebelum penelitian wacana menjadi tren, banyak persoalan kebahasaan yang tidak mungkin dijawab dan diselesaikan oleh penelitian linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik tagmemik, linguistik kasus, sosiolinguitik, psikolinguistik, atau aliran dan bidang linguistik lainnya.
Masing-masing bidang penelitian linguistik memiliki basis dan orientasi tersendiri. Namun perlu diingat bahwa bahasa sebagai objek penelitian linguistik terlahir dari beberapa dimensi sekaligus.
a)      Dimensi pikiran manusia
Bahasa tidak begitu saja lahir atau terucap secara verbal, namun melewati serangkaian kodifikasi rumit dalam pikiran dan alat artikulatoris manusia.
b)      Dimensi system gramatika kebahasaan
Setiap bahasa menuntut penutur untuk membahasakan sesuai dengan kaidah gramatika bahasa yang digunakannya. Tanpa kepatuhan terhapap sistem ini, pola pembahasaan akan menunjukkan gejala kekacauan.
c)      Dimensi konteks tuturan
Bahasa dapat dipahami secara tepat, antara lain karena adanaya konteks tuturan yang melahirkannya. Konteks adalah situasi dan kondisi yang melatarbelakangi lahirnya wacana (satuan kebahasaan) tertentu. Pemahaman terhadap konteks tuturan dapat membantu memperlancar komunikasi.

Dimensi-dimensi tersebut tidak selalu menjadi perhatian penelitian linguistik nonwacana. Karena hal tersebut, hasilnya bisa ditebak: kurang kompehensif. Penjabaran masing-masing dimensi akan membuahkan sedemikian luas dan banyak persoalan yang bisa digali dirinya:
Pertama, memahami pikiran manusia sama artinya dengan mencoba menghitung bintang-bintang di langit. Sangat sulit dan hampir mustahil.
Kedua, wacana adalah satuan bahasa yang lengkap secara gramatika, baik struktur, realasi-relasinya, maupun faktor-faktor linguistik lainnya. Penelitian wacana sudah seharusnya selalu mendasarkan pada seluk beluk dari dimensi kedua ini.
Ketiga, kelengkapan wacana sebagai satuan kebahasaan sebenarnya juga dilandasi oleh konteks yang melatarbelakanginya. Konteks inilah yang disebut faktor nonlinguistik.

·         APA YANG BISA DITELITI?
Wacana apa yang bisa dan menarik untuk diteliti? Di sekeliling kita sebenarnya tersedia beragam jenis wacana yang menanti perhatian dan sentuhan para peneliti wacana. Bahkan, tidak ada wacana yang tak bisa diteliti. Sepanjang peneliti wacana bisa mengemas dan membuat argumentasi yang baik tentang penelitiannya, maka penelitian wacana jenis apapun akan menarik dan membuat orang penasaran untuk mengetahuinya.
Berikut disajikan contoh jenis wacana dan satuan lingual sebagai data analisisnya:
1.      Jenis: Wacana Spanduk
Satuan data analisis:
F  Marhaban Ya Ramadhan. Dengan ibadah puasa kita tingkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT.
F  Saksikan dan ikuti Lomba Aeromadeling Tingkat Pelajar Se-DIY dan Jateng. Hadiah Menarik! Diselenggarakan oleh HIMA Institut dan Sains AKPRIND Yogyakarta.

2.      Jenis: Wacana Percakapan Jual-Beli
Satuan data analisis:
a.       Pembeli     : jeruk, berapa, Bu?
Penjual      : tujuh ribu, Pak?
Pembeli     : enam ribu, ya.
Penjual      : maaf, Pak. Enam setengah.
Pembeli     : dua kilo, ya. Tolong pilihkan yang bagus-bagus.

3.      Jenis: Wacana Judul
Satuan data analisis:
a.       Biaya Pilkada Membengak. Pemda Kebinggungan.
b.      Memprihatinkan, Ulah Calo Kapal Pesiar.
c.       Terkait Bom Rakitan . Tiga Awak Bus Diperiksa.

4.      Jenis: Wacana Grafiti
Satuan data analisis:
a.      Pesan Khusus untuk Presiden Khusus: Orang Bisu Jangan Paksa Bicara. Orang Bicara Jangan Paksa Membisu. Hati Nurani Lebih Berarti Bagi Kami.
b.      Punya Pacar Itu Wajar. Banyak Pacar Itu Kurang Ajar.
c.       Malu Membeli Sesat di Jalan. Beli yang Palsu Memalukan.

5.      Jenis: Wacana Puisi
Satuan data analisis:
a.       Pertanyaan waktu
Sebenarnya apa yang kau cari
Dalam perjalanan panjang ini
 Kecuali mencipta bayang-bayang
Kemudian kau buru
Dan Ia
Bakal menyergapmu kembali
Mengkristal sebagai kenangan
Tak urung kau pun tak bakal menang
(Susminto A. Sayuti, Malam Tamansari, hal. 44)

            Melihat keluasan wacana sebagai bahan pengajian dan penelitian, pada bagian berikutnya akan dikemukakan beberapa contoh aplikasinya.  Istilah pengajian memiliki arti sebagai telaah, atau penafsiran, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh suatu pemahaman (interprestasi) atas sesuatu data sedangkan istilah ‘penelitian’ (research) dikaitkan secara langsung pada cara telaah yang dilakukan terhadap data wacana.


·         APLIKASI PENGKAJIAN WACANA
A.    KAJIAN DESKRIPTIF-STRUKTURAL WACANA PARAGRAF
Kutipan wacana:

Sebuah berita penting memuat akhir pecan ini. Tujuh penasihat hukum mantan Presiden Soeharto, diketuai JF Tampubolon, datang ke Kejaksaan Agung. Mereka minta agar instansi tersebut mengeluarkan surat resmi penghentian pemeriksaan Soeharto. Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali tak ditemukan bukti bahwa Soeharto korupsi. Belum kering berita itu, esoknya (Jumat), muncul berita baru. Harian siang Berita Buana Mengangkat tulisan berjudul “Pemeriksaan Soeharto Dihentikan”. (Sumber: ADIL, No. 24/th. ke-67. Edisi 17-23 Maret 1999. Kolom Tajuk, halaman 3).

1.      Pendahuluan
Paragraf adalah salah satu representasi wacana. Suatu paragraf umumnya mengandung satu ‘tema’ yang bersifat otonom. Artinya, paragraf yang satu memiliki tema atau makna yang berbeda dangan paragraf lainya.
            Kutipan paragraf di atas bertopik ‘hukum-politik’. Oleh karena itu, paragraf tersebut dapat digolongkan sebagai wacana hukum dan politik. Dilihat dari susunannya, paragraf tersebut bersifat naratif.


2.      Analisis (kajian)
Analisis terhadap paragraf secara berurutan dimulai dari tingkat: kalimat, klausa, frasa, dan morfem. Analisis hanya mengambil beberapa bagian di tiap satuan linguistik.
a.      Analisis Tingkat Kalimat
Aspek-aspek yang dianalisis untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang struktur paragraf antara lain:


(1)   Jenis Kalimat
Jenis kalimat pada paragraf di atas adalah aktif-deklaratif. Sebagian pihak menyebutnya sebagai kalimat berita, karena di dalamnya tidak mengandung kata-kata ajakan, perintah, pertanyaan, persilahan, dan larangan (M. Ramlan, 1996:32: Cook, 1969:38). Ciri yang menonjol dari kalimat jenis ini adalah banyak digunakannya predikat berkategori verba aktif, seperti kata-kata: mencuat, datang, minta, mengeluarkan, muncul dan mengangkat.. satu-satunya verba pasif yang ditemukan adalah kata ditemukan (pada kalimat ke-4).
(a)   Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali  tak ditemukan bukti bahwa Soeharto korupsi.
Kalimat itu sebenarnya dapat diubah menjadi kalimat aktif (dan ini lebih lazim), seperti:
(b)   Alasannya, pemeriksaan terdahulu sama sekali tak menemukan bukti bahwa Soeharto Korupsi.

(2)   Struktur Kalimat
Kalimat pada paragraf di atas terdiri atas kalimat simple, minor (berklausa satu) dan kalimat mayor, majemuk, kompleks (klausa lebih dari satu). Kalimat yang terdiri dari satu klausa, antara lain:
(a)   Sebuah berita penting memuat akhir pecan lalu.
(b)   Harian siang Berita Buana mengangkat tulisan berjudul “pemeriksaan Soeharto Dihentikan.”

(3)   Makna kalimat
Untuk memperoleh pemahaman semantik sekitar tema umum paragraf, makna kalimat parafrastis. Secara berurutan, makna kalimatnya adalah sebagai berikut:
Kalimat 1) – Sebuah berita penting mencuat akhir pekan lalu bermakna informatif, yakni bahwa ada berita penting yang dipublikasikan akhir pekan lalu. Kalimat (1) tersebut masih terlalu umum dan belum jelas maksudnya.

b.      Analisis Tingkat Klausa
(1)   Analisis FKP klausa 1
(suatu berita penting mencuat akhir pekan lalu):

Analisis
Sebuah berita penting
mencuat
Akhir pekan lalu
F
S
P
K
K
FN
V Int
F Adv
P
pengalaman
Keadaan
waktu
S= subjek; FN= frasa nomina; P= predikat; K= keterangan
V int= verba intransitive; dan F Adv= frasa adverbial.


(2)   Analisis FKP klausa 2
(Tujuh penasihat hukum datang ke Kejaksaan Agung):
Analisis
Tujuh penasehat hukum
Datang
Ke Kejaksaan Agung
F
S
P
F
K
F Num
V int
F Prep
P
Pelaku
Perbuatan
Waktu
F Num= Frasa numeralia; F Prep= Frasa preposisi.

(3)   Analisis FKP klausa 3 (mereka minta)
Analisis
Mereka
minta
F
S
P
K
Pro N
V int
P
Pelaku
Perbuatan
Pro N= pronominal



(4)   Analisis klausa 4 (instansi tersebut mengeluarkan surat remi):
Analisis
Instansi tersebut
Mengeluarkan
Surat resmi
F
S
P
K
K
F Nom
V tran
F Nom
P
Pelaku
Perbuatan
Penderita
F Nom= frasa nomina; V tran= verba transitif
Analisi tagmemik FKP, oleh Verhaar (1987:72), dijelaskan  sebagai berikut:
     “Fungsi tidak memiliki bentuk, tetapi diisi oleh bentuk tertentu, yaitu kategori. Fungsi ini juga tidak mimiliki makna tertentu, tetapi harus diisi oleh makna tertentu, yaitu peran. Jadi setiap fungsi dalam kalimat kongkrit adalah ‘tempat kosong’ yang harus diisi oleh dua pengisi, yaitu pengisi kategorial (menurut bentuknya) dari pengisi semantik (menurut perannya).”
c.       Analisis Tingkat Frasa
Secara kualitatif, jumlah frasa sekurang-kurangnya sebanyak 13 buah. Sebagai contohnya adalah sebagai berikut:
1)        Frasa nomina: berita penting, kejaksaan agung, surat resmi, berita baru.
2)        Frasa numeralia: tujuh penasehat hukum, sebuah berita
3)        Frasa preposisi: ke Kejaksaan Agung
4)        Frasa adverbial: akhir pecan lalu, belum kering
Salah satu ciri frasa adalah adanya kerenggangan hubungan di antara unsur-unsurnya.

d.      Analisis Tingkat Morfem
Beberapa tahap analisis tingkat morfem berkaitan dengan jenis, jumlah, dan pola pembentukan morfem. Morfem dalam kutipan paragraf di atas berbentuk morfem bebas dan morfem terikat. Berdasarkan hitungan jumlah morfem, kata jadian itu dapat dikenali. Misalnya kata monomorfemik (satu morfem) dan kata polimorfemik (lebih dari satu morfem).
Berdasarkan pola pembentukkannya, setiap bentuk (kata jadian) memiliki unsur sendiri, yakni terdiri dari morfem-morfem dan akhirnya bergabung menjadi satu kesatuan kata. Contohnya:
·           mengeluarkan(3 morfem) : keluar (morfem asal/bebas) + afiks meN (morfem ikat).
mengeluarkan


 


                                           meN- (1)                  keluarkan
                                                              

                                                               keluar (2)         kan (3)
Bentuk keluarkan  adalah bentuk dasar (BD). Bentuk keluar adalah bentuk asal (BA).
   
3.      Penutup
Suatu struktur paragraf yang baik, memiliki sifat keterkaitan antarunsur secara terpadu. Untuk memahami struktur dan makna (tema) paragraf diperlukan analisis struktural yang bersifat hirarkis dan komprehensif. Sebagai suatu representasi wacana, paragraf di atas memiliki keutuhan dari berbagai aspek, yaitu kaitan dan keutuhan antarkalimat dan keutuhan tematiknya.


DAFTAR PUSTAKA
           
Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.