CONTOH ANALISIS PROSA



A.    Sinopsis
PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
Karya Abidah El Khalieqy
Annisa Nuhaiyyah adalah seorang putri dari kiai haji Hanan Abdul Malik dan hj Mutmainah. Bapak Annisa dan Ustad tertua yang dipercaya yaitu Ustad Ali mendirikan pondok pesantren putri yang memiliki cita- cita dan harapan untuk mendidik dan menjadikan para remaja putri agar menjadi kau muslimah yang berguna bagi negara dan bangsa.
Ustad Ali adalah pemegang pelajaran dan kitab- kitab utama yang wajib diikuti oleh seluruh santri. Namun Nissa tidak tertarik untuk mengikutinya kecuali untuk menuruti keinginan bapaknya karena Nissa lebih suka bersekolah dan mencari ilmu yang lebih luas dari komplek pondok tersebut dan belajar kuda bersama Lek Khudory. Nissa sangat iri dengan kedua kakanya yaitu Rizal dan Wildan yang diperbolehkan belajar naik kuda hanya karena mereka adalah anak laki- laki. Hal ini bertolak belakang dengan keinginan bapak Nissa yang ingin anaknya menjadi perempuan yang bisa bertanggung jawab untuk mengurusi dapur.
Setelah Nissa besar, kiai Hanan menikahkan Nissa dengan pemuda kaya yang bernama Samsudin lulusan sarjana hukum putra dari kiai ternama. Tujuan bapaknya menikahkan Nissa menikahkannya dengan Samsudin agar Nissa lebih bersikap lembut. Nissa tidak merasakan bahagia dengan Samsudin dalam benaknya adalah akan lebih bahagia jika Ia menikah dengan Lek Khudory. Nissa sering menerima perlakuan kasar dari suaminya, yaitu ketika ingin berhubungan seksial dengan tidak sewajarnya. Kesedihannya tidak diceritakan kepada orang tuanya tetapi hanya kepada Lek Khudory melalui surat- suratnya. Saat itu Lek Khudory sedang kuliah di Kairo.
Samsudin jarang pulang kerumah. Setiap pulang selalu dengan keadaan mabuk. Suatu hari datanglah seorang perempuan bernama Kalsum yang mengaku telah dihamili oleh Samsudin. Sejak saat itu Samsudin menikahi Kalsum dan hidup bertiga bersama Nissa. Bukannya merasa sedih, tetapi Nissa merasa senang dengan pernikahan Kalsum dengan Samsudin, karena Ia bisa terbebas dari kekerasan nafsu suaminya. Akhirnya Kalsum melahirkan anak bernama Fadilah.
Lek Khudory telah selesai kuliah di Kairo. Kedatangannya disambut oleh para penghuni pondok pesantren. Nissa juga menghadirinya, ia sudah tidak sabar ingin bercerita kesediahan hatinya selama ini secara langsung kepada Lek Khudory. Dengan perkataan sindiran- sindiran yang di lakukan oleh Nissa dan Khudory, akhirnya Ibu Nissa mengetahui perlakuan tidak baik Samsudin selama ini. Pihak keluarga mewakilkan seseorang untuk urusan perceraian Nissa dan Samsudin. Bapak Nissa menjadi sakit akibat mendengar perlakuan Samsudin yang kasar.
Kedekatan Lek Khudory dan Nissa yang sekarang berstatus janda membuat banyak fitnah antara keduanya. Lek Khudory untuk sementara waktu meninggalkan Nissa untuk kedua kalinya.untuk menunggu Lek Khudory melamarnya, Nissa melanjutkan sekolahnya yang selama ini terputus. Hingga akhirnya Lek Khudory dan Nissa menikah dan memiliki anak bernama Mahbub. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena ternyata Samsudin masih menyimpan dendam kepada Nissa.
Suatu malam, Mahbub menangis tidak seperti biasanya. Kemudian Nissa mendapat telefon dari rumah sakit, ternyata Lek Khudory mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia. Banyak yang berpendapat bahwa Samsudinlah yang membuat Lek Khudory kecelakaan.
Kepergian Lek Khudory membuat kesediahan bagi Nissa, tetapi Ia yakin setelah setelah kesedihan pasti akan ada kebahagiaan. Dan ia kembali berjalan dengan langkah kaki seperti biasanya. Di amengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan oleh kedua tangannya dengan membaca ayat- ayat semesta, kitab dan buku- buku yang menyimpan lika- liku perjalanan adam dan hawa.

B.     Analisis Unsur Intrinsik
1.      Tema: Perjuangan seorang perempuan untuk memperoleh kedudukan sama dalam memperoleh pendidikan seperti yang diperoleh laki-laki.
Seperti dalam kutipan berikut:
Mengisi jadwal dan kewajiban hari-hariku untuk tetap melangkah, memerdekakan kaumku yang masih saja dianggap lemah, agar mereka selalu hadir dan mengalir di tengah zaman. Membawa kemudi. Panji matahari. (hlm 316)

2.      Amanat:
·         Mempunyai sikap optimis jika dalam menjalani susahnya tentangan kehidupan.
·         Bersabar dengan cobaan yang diberikan Allah karena sesungguhnya setelah kesusahan ada kemudahan.
·         Tidak mencintai seseorang secara berlebihan karena suatu saat jika orang tersebut tidak ada maka akan merasa sangat kehilangan.
·         Jika ditinggalkan orang yang dicintai segera bangun dari keterpurukan karena hidup terus berjalan dan memotivasi untuk menjalani hidup lebih baik karena masih banyak orang-orang di sekitar yang menyayangi kita.


3.      Tokoh:
Berdasarkan tokoh sentral, dibagi menjadi:
·         Sentral protagonis:
ü  Annissa
“Sudah...sudah, Nisa. Kau ini ngomongnya suka ngelantur. Lebih baik ganti pakaian, lalu makan, dan jangan lupa belajar al-quran, kemudian shalat berjamaan di masjid, sekalian ikut pengajian siang.” (hlm 16)

ü  Lek Khudory
“Kata lek Khudory, ada seorang perenang yang melahirkan bayinya di dalam kolam.” (hlm 2)

·         Sentral antagonis:
ü  Samsudin
Sebab Kalsum telah membelanjakan semuanya demi kepentingan sendiri, dan ketika kutanya uang sekolahku, ia menuding Samsudin dan menyuruhku minta kepadanya. (hlm 118)

Berdasarkan tokoh bawahan dibagi menjadi:
·         Tokoh andalan:
ü  Ayah Annisa, Ibu Annisa,
Bapak dan ibu meninggalkan kami di kamar mandi. Dua santri mendekati kami dan membereskan kaleng-kaleng yang berserakan. (hlm 7)

ü  Rizal, Wildan
Sampai lidahku tak pernah bisa menikmati sarapan pagi, bahkan tak juga merasakan kebebasan ketika dua tangan ini mesti kembali mencuci piring yang penuhi bekas makanan Rizal, Wildan dan bapak yang terus saja duduk di meja makan sambil ngobrol dan berdahak. (hlm 9)

·         Tokoh tambahan:
ü  Pak Guru,
Pak guru terkejut. Aku juga ikut terkejut. Demikian juga teman-temanku.  (hlm 10-11)





ü  Mahbub
Dan kini setelah aku mendapatkan gelar, sudah memiliki Mahbub, anak semata wayangku, cerita itu sering muncul seturut dengan pengetahuan yang ku dapatkan dari lembaran buku kehidupan. (hlm 1-2)

·         Tokoh lataran:
ü  Lek Mahmud,
Sementara Rizal dan Wildan lebih suka belajar mengaji di masjid dengan lek mahmud. (hlm 38)

ü  Ustad Ali
Tersebutlah dalam kitab bahwa perempuan itu memang manusia, tetapi kurang sempurna akal dan agamanya. Terbukti bahwa akal laki-laki melebihi perempuan kata ustad Ali yang menjadi badalnya bapak. Entah melebihi dalam hal apanya aku kurang paham. Mungkin dalam hal akalnya. (hlm 71)
Penyajian watak tokoh adalah metode analitis/ langsung/ diskursif karena pengarang memaparkan watak tokoh secara langsung. Misalnya pemberontakan yang dilakukan Annisa dalam melawan kemauan ayahnya.  
4.      Alur:
Novel Perempuan Berkalung Surban menggunakan alur maju.
Struktur alur sebagai berikut:
a.       Bagian awal
·         Paparan: Keinginan Annisa untuk belajar berkuda seperti kedua kakak laki-lakinya, Rizal dan Wildan.
Apapun yang terjadi ...aku harus bisa. Aku mesti belajar naik kuda. Aku akan tetap belajar naik kuda. Naik kuda. (hlm 8)

·         Rangsangan: Ayah Annisa menentang, karena seorang perempuan tidak boleh bertingkah seperti laki-laki. Perempuan seharusnya mempunyai sifat lemah lembut karena pada akhirnya ia akan menjadi pengurus rumah tangga.
“Kewajiban seorang laki-laki, yang terutama adalah bekerja mencari nafkah, baik di kantor, di sawah, di laut atau dimana saja asalkan bisa menadatangkan rezeki yang halal. Sedangkan seorang perempuan mereka juga memiliki kewajiban yang terutama adalah mengurus urusan rumah tangga dan mendidik anak.” (hlm 12)

·         Gawatan: Annisa menentang keinginan ayahnya. Secara sembunyi-sembunyi ia belajar berkuda dengan Lek Khudory.
“Dan sejak pagi itu, keinginanku untuk belajar qira’ah dan naik kuda semakin menggebu. Meski semua harus kulakukan dengan sembunyi-sembunyi. Didukung lek Khudory....” (hlm 24)

b.      Bagian tengah
·         Tikaian: Ayah Annisa mengetahui bahwa Annisa selalu memberontak dengan keinginannya, oleh karena itu ia menjodohkan Annisa dengan Samsudin.
“Yang penting... kita sepakat untuk saling menjaga. Mengenai kapan dilangsungkan pernikahan, nantikan bisa dirembug lagi.” (hlm 90)

·         Rumitan: Annisa menentang perjodohan, tetapi karena paksaan orang tua sekaligus membantu keuangan pesantren, secara terpaksa Annisa menyetujui pernikahan tersebut. Di samping itu, seseorang yang ia cintai yaitu lek Khudory pergi meninggalkannya untuk sekolah di Kairo.
Setelah kepergian Lek Khudory, aku sering mengurung diri di dalam kamar. Rasanya enggan melihat dunia luar. (hlm 53)

·         Klimaks: Samsudin memperlakukan Annisa secara tidak baik, beberapa kali pula Annisa mendapat kekerasan seksual dari suaminya tersebut. Tiba-tiba muncul seorang perempuan bernama Kalsum yang mengaku dihamili Samsudin. Akhirnya Annisa rela di madu oleh Samsudin.
Pada suatu saat seorang dari janda itu datang ke rumah dan mengadu kepadaku atas perilaku Samsudin, yang telah mengahamilinya. Katanya, ia minta minta lelaki yang menjadi suamiku itu untuk menikahinya.” (hlm 116)

c.       Bagian akhir
·         Leraian: Lek Khudory selesai sekolah di Kairo sehingga bertemu lagi dengan Annisa, secara tidak langsung Lek Khudory mengatakan kepada orang tua Annisa tentang perlakuan kasar Samsudin selama ini. Akhirnya Annisa dengan Samsudin bercerai dan Annisa melanjutkan sekolahnya yang dulu tertunda karena menikah.
“Benarkah yang dikatakan Lek-mu, Nisa. Mengapa kau tak menceritakannya pada Ibu. Bukakah ibu lebih berhak mengetahui semua kejadian dari anaknya.” (hlm 165)

·         Selesaian: Annisa menikah dengan Lek Khudory dam mempunyai satu anak. Suatu hari Samsudin kecelakaan dan meninggal dunia. Walaupun telah ditinggal oleh suaminya, Annisa tetap berjuang untuk membebaskan para perempuan untuk mendapatkan pendidikan seperti yang diperoleh laki-laki.
“Lalu kutatap Mahbub dan kubawa ia mendekati bapaknya, menjabat tangannya dan mencium keningnya. Dingin. Saat menatap wajahnya kau tak tahan oleh getar kesadaranku sendiri yang baru lahir, bahwa kami akan berpisah, seperti ketika bapak mengusirnya dari rumah kami dahulu, seperti ketika ia akan berangkat menuju Kairo. (hlm 313)

5.      Latar:
ü  Latar tempat:
·         Pesantren keputrian, Jombang, Jawa Timur.
Memang, di pondok kami pondok pesanteran putri yang didirikan oleh bapakku, kiai Haji Hanan Abdul Malik, memiliki cita-cita dan harapan untuk mendidik dan menjadikan para remaja putri agar menjadi kaum muslimah bagi negara dan bangsa. (hlm 51)

·         Kampus
Dari pembicaraan yang informal menjadi forum yang lebih formal dan fokus masalah tetap melanjutkan apa yang yang menjadi banyak sorotan dan kita minati bersama. (hlm 238)

ü  Latar waktu:
·         Sore
Dengan berat hati sore itu, kami sekeluarga, bapak, ibu dan aku sendiri mengatar kepergian Lek Khudory, seolah ia akan pergi selamanya. (hlm 201)

·         Malam
Kami memutuskan untuk jalan-jalan sambil melihat pemandang dan menikmati keindahan purnama kelimabelas. (hlm 222)

·         Pagi
Bersyukur bahwa kedatanganku pagi setengah siang itu bertepatan dengan waktu luangnya. (hlm 230)

·         Siang
“Bagaimana kalau latihan tilawahnya shabis makan siang. Mau ya, mbak.” (hlm 18)

ü  Latar sosial:
·         latar kehidupan disekitar pesantren keputrian membuat novel ini mempunyai latar sosial religiusitas.
“Sudah...sudah, Nisa. Kau ini ngomongnya suka ngelantur. Lebih baik ganti pakaian, lalu makan, dan jangan lupa belajar al-quran, kemudian shalat berjamaan di masjid, sekalian ijkut pengajian siang.” (halaman 16)

6.      Sudut pandang : akuan sertaan melalui tokoh Annisa
Benar juga, batinku. Tapi tentu ada bedanya. Aku terdiam beberapa saat. Mencari cari jawaban lain yang lebih kuat dari alasan Rizal. Kuperhatikan tingkahnya yang agak kasar untuk mengejar dan menangkap katak betina dengan jaring ikannya. (hlm 3)

7.      Gaya bahasa :
Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang mencerminkan pengetahuan penagrang tentang lingkungan pesantren. Hal ini dikarenakan latar dari pengarang adalah lingkungan yang religuis. Pemaparannya secara berterus terang sehingga pembaca seolah merasakan penderitaan yang dialami tokoh Annisa.
Tersebutlah dalam kitab bahwa perempuan itu memang manusia, tetapi kurang sempurna akal dan agamanya. Terbukti bahwa akal laki-laki melebihi perempuan kata ustad Ali yang menjadi badalnya bapak. Entah melebihi dalam hal apanya aku kurang paham. Mungkin dalam hal akalnya. (hlm 71)

C.    Analisis Unsur Ekstrinsik
1.      Biografi pengarang
Abidah El Khalieqy lahir di Jombang, Jawa Timur. Setamat  madrasah ibtidaiyah, melanjutkan sekolah di pesantren putri modern PERSIS, Bangil, Pasuruan. Di pesantren ini ia mulai menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida Bani Kadir. Memperoleh ijazah persamaan dari madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten, dan menjadi juara penulis puisi remaja se-Jawa Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga ini menulis thesis KOmunidas Nilai Fisik Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam (1989). Pernah aktif dalam forum Pengadilan Puisi Yogyakarta (1987-1988), Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (KDPI) Yogyakarta, 1988-1989. Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD atau Asian Pacific Forum On Women Law and defelopment (1988).
Karya-karya penyair dan novelis yang bertinggal di kota budaya ini telah dipublikasikan diberbagai media massa local maupun internasional, diantaranya The Jakarta Post, Jurnal Ulumul Quran, Majalah Horison, Republika, Media Indonesia, Suara Merdeka, Kedaulatan rakyat, Jawa Post, dan lain-lain. Serta dimaktubkan dalam berbagai buku antologi sastra, seperti: Kitab Sastra Indonesia, ASEANO: An Antology Of Poems Shoutheast Asia, Album Cyber Indonesia atau Australia, Selendang Pelangi (Antologi Perempuan Penyair Indonesia), Para Pembisik, Dokumen Jibril, Nyanyian Cinta dan lain-lain, juga dalam antologi sastra Festival Kesenian Yogyakarta; Sembilu, Pagelaran Embun Tajjali dan Ambang. Membacakan karya-karyanya ditaman Islam Marzuki (1994 dan 2000). Mewakili Indonesia dalam ASEAN Writers Conference/Workshop Poetry di Manila, Philiphina (1995). Menjadi pendamping dalam Bengkel Kerja Penulis Kreatif MASTER (Majelis Sastra Asia Tenggara 1997). Membacakan puisi-puisinya di secretariat ASEAN (1998), Konferensi Perempuan Islam se Asia-Pasifik dan Timur Tengah (1999).  Mendapatkan penghargaan seni dari pemerintah DIY (1998). Mengikuti program SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) di berbagai SMU kota besar Indonesia (2000-2005).
Menjadi pemenang dalam lomba penulisan Novel Dewa Kesenian Jakarta (2003). Dinobatkan sebagai salah satu tokoh muda “Anak Zaman Menerobos Batas” versi Majalah Syirah (2004). Menjadi pemakalah dalam pertemuan sastrawan melayu-nusantara (2005). Dialog tentang sastra, agama, dan perempuan, bersama Camilla Gibb, di Kedutaan Kanada (2007). Membacakan karyanya dalam International Literary Biennale (2007). Bukunya yang sudah terbit; Ibuku Laut Berkobar (1987), Menari di Atas Gunting (2001), Atas Singgah Sana (2002), Genijora (2004), Mahabbah Rindu (2007) dan Nirzona (2008). Serta antologi cerpen dalam bentuk draft; Jalan Ke Sorga (2007) dan The Heavens Gulf (2008).
2.      Nilai psikologi
Novel Perempuan Berkalung Sorban dapat diteliti secara psikologi dengan menekankan konflik batin yang dialami tokoh Annisa. Konflik tersebut dialami Annisa akibat perlakuan kasar Samsudin dan perasaan seorang perempuan yang di madu oleh suaminya.
“Dari depan atau belakang, jika cara dan pendekatannya dapat diterima, sebenarnya tak ada masalah, mbak Kalsum. Paling tidak dia harus berkumur dulu atau dalam kondisi badan bersih dan fit, tidak sedang capek atau nagtuk, apalagi sedang sakit. (hlm 137)

3.      Nilai sosiologi
Pengarang lahir di Jombang, Jawa Timur sehingga di dalam menciptakan karyanya menggunakan latar yang sama karena sudah akrab dengan kondisi sosial di daerah tersebut.
“Memang, di pondok kami pondok pesanteran putri yang didirikan oleh bapakku, kiai Haji Hanan Abdul Malik, memiliki cita-cita dan harapan untuk mendidik dan menjadikan para remaja putri agar menjadi kaum muslimah bagi negara dan bangsa.” (hlm 51)

4.      Nilai moral
Pengarang adalah alumnus Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga sehingga di dalam karya yang diciptakan memasukkan nilai-nilai moral.
“Cadari nuranimu dengan iman.” kata lek Khudory
“Jadi nurani lebih penting?”
“Seperti perang di medan pertempuran, itu semua hanyalah perang fisik. Perang sesungguhnya adalah di medan diri, antara nurani dan syahwat antara nafsu lawwamahdan nafsu muthainnah.” (hlm 46)
Simpulan
Jadi untuk menganalisis sebuah karya sastra berupa prosa dapat dilakukan dengan mencari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang ada di dalam karya sastra tersebut. Unsur intrinsik terdiri dari tema, amanat, tokoh, alur (plot), latar (setting), sudut pandang, dan gaya bahasa sedangkan unsur ekstrinsik berupa biografi pengarang, nilai sosiologi, nilai kesejarahan, nilai moral, nilai psikologi.

DAFTAR PUSTAKA
Buku catatan Prosa Fiksi Drama II.
El Khaliqy. Abidah. 2001. Perempuan Berkalung Sorban. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.
http://unsur-ekstrinsik-prosa-dan-tingkat.htmldiunduh pada tanggal 30 ‎      Desember ‎2011, ‏‎17:18:35.           
http://Unsur-unsur-Intrinsik-dalam-Prosa-Abdur-Rosyid’s-Blog.htmdiunduh         pada tanggal 30 ‎Desember ‎2011 jam‏‎ 17:16:21.