Dear, meski memanggilku ‘mbak’, tak apalah. Senang hari ini bisa membantumu. Setidaknya melihat wajahmu yang emmm... itu. Bisakah bertukar usia?
Dear, teriakan memekakkan telinga bisa saja kuhiraukan. Hanya saja ini tentang manja yang tak terelakkan. Seperti katamu, tak usah bangga dengan manja yang dipelihara. Tapi sungguh, ketika dia meneriakkan sebutan itu, membuatku menggebu untuk benar memilikimu segera. Ya, segera. Kemudian aku akan melihat akan pergi ke mana manja yang dibanggakan!
Dear Al.
Bagian terilfil melihat dirimu sibuk dengan urusan gigi itu pun sudah. Kemudian, ketika aku sedang malas meluruskan pita kusut ini, ingin menarik dirimu untuk di sampingku. Membawa kepada mereka yang tak juga percaya, atau sebenarnya hanya mencari alasan agar bisa menyalahkan. Kemudian mengatakan dengan jelas:
Dia, yang dari segi tampang lebih menjanjikan, yang dari kenangan lebih indah, yang dari perpisahan lebih masuk akal, tetap tak akan kumasukkan dalam jajaran masa depan. Sedang kamu, ya kamu. Kamu siapa? Yang dengan membanggakan diri ingin kembali. Aduh! Atau sebenarnya perempuanmu yang menghendaki pemikirannya untuk kamu bisa kembali. Kemudian, semua jalan sudah tertutup rapat. Tak usah lah mencari banyak alasan jika yang bermasalah adalah ‘rumah’ kalian. Sudah cukup menggedor-ngedor pintu rumahku yang sudah cukup nyaman ini.
Al, apa reaksimu melihat mereka yang seperti itu? Ternyata, cinta yang kualami dirumitkan oleh ornag lain, padahal aku menghadapinya biasa saja. Ya, seperti biasanya hubungan kita meski sudah tak ada apa-apa. Bedanya, mereka itu tak tahu bagaimana membuat hidup ini bahagia. Lebih-lebih dengan kekasih.
Mereka perlu iri kepada kita, yang menyikapi cinta dengan apa adanya. Atau, seperti aku yang menikmati rasa tak mencintai karena menghormati. Seperti kita sekarang, gitu ya Al.
Dear, Januari. Sebuah awal dan akhir. Tumbuhmu semakin tinggi, sedang aku juga tumbuh namun tetap terlihat kerdil. Sudah sepantasnya aku yang kau teduhkan, bukan yang mengiringi. Terima kasih, Januari.