Ka-Mu



Kamu datang lagi. Memang, secara tersirat aku yang mengundang. Dalam kerjap mata, aku mendengar sayup salammu yang sudah berbaring di sampingku. Kamu, penuh kejutan. Katamu yang jail, sebelum aku bangun ingin mencuri barang berharga di rumahku. Aku bisa saja bilang curilah semuanya, selain satu. Hatiku. Yang dengan upaya apapun kamu tak bisa lagi mencurinya. Eh, bukan. Dulu, kamu tidak mencuri, tapi aku menyerahkannya kemudian menarik kembali. Begitu saja.

Kamu, tetap menawan. Di antara lentik dua alismu, di antara lembut dua bibirmu. Kamu masih mencintaiku. Sangat. Dan aku masih penuh tanda tanya.

Hujan masih saja mengguyur. Lelapku karena menunggu reda, dan reda mengantarkan kedatanganmu yang kutunggu. Katamu, rindu ini tak tahan sampai sebulan.

Dan, kamu berhasil menipuku. Masih dengan wajah yang seperti itu, bisa saja kelakuanku melebihi apa yang kumau. Ah, wajahmu begitu menggoda ketika mengakui tipuan. Menggemaskan. Selanjutnya? Biar keadaan saja yang menjadi saksi.

Kemudian, hujan tak kunjung reda. Kamu berkemas, segera pulang. Entah kenapa, cemberut menghiasi bibirmu yang lembut. 

Kali ini, tak ada kecupan perpisahan.