Bertemu eR



Dulu sekali, aku pernah mempunyai cinta untuk orang yang bisa dikatakan salah. Sebenarnya kalau salah tinggal dihapus saja. Kalau tak bisa ya ambil tipe-x. Kemudian nyanyi-nyanyi yang judulnya Mawar Hitam. Oh, itu ternyata grup band ya permisah. Okelah...

“Bareng aku aja ya.”
“Oke.”

Semacam de javu lagi. Aku sekarang sedang sendiri (bacanya JOMBLO). Kamu datang lagi. Masih seperti dulu. Kamu yang kita saat berdua. Bagaimana dengan kalimat barusan? Aneh? Jadi maksudanya itu sifat dia yang lembut ketika hanya berdua dengan aku. Kalau keadaan ramai ya beda lagi ceritanya. Ini adalah hubungan yang profesional. Tentang perasaan yang sulit sekali untuk diceritakan.

Untuk menuju perubahan, memang harus bertemu dengan orang-orang yang bisa menasehati, bisa ngemong. Jadi ketika cinta mata kuda selalu melekat, ada yang berusaha untuk melepaskan kaca mata kuda itu. Agar pandangan tidak hanya lurus ke depan.

Bercerita tentang seseorang yang di mataku selalu baik, tapi ternyata. Ya... begitulah. Terima kasih untuk semua cerita melegakan. Setidaknya membuat aku bisa sedikit beranjak dari tangga yang sebelumnya. Meski ini membutuhkan waktu yang agak lama. Atau aku yang terlalu bodoh dengan cinta searah? Entahlah... intinya. Biar dia yang ingin menuju hidup yang baru, biarlah biarlah...

“Kamu ingat jalan ini?”
“Ha ha ha... apa kabar ya warnet itu. Pasti kalau lewat jalan itu mesti mataku pecicilan.”
“Masih kok.”
“Udah ganti rumah makan.”
“Ih, ngeyel.”
“Ya, terserah lah, setidaknya ku selalu mengingat tempat-tempat penuh kenangan. Apa pun itu.”
“Kenangan denganku manis atau pahit?”
“Lha kamu maunya apa?”
“Ha ha ha...”

Setelah sekian lama. Setelah perjalanan cintaku yang entah berantah itu. Setelah tak ada komunikasi dan sebagainya. Kita kembali jalan-jalan. Melewati jalan yang dulu. Beberapa tahun lalu. Ha... ngakak-ngakak nggak jelas. Intinya aku bahagia hari ini. Terima kasih ya... terima kasih terima kasih sudah membuka banyak cerita. Juga tentang perempuanmu yang dulu dulu, tantang lelakiku yang dulu dulu. Cerita konyol hubungan yang tak jelas, tentang terror (aw aw aw). Tak habis pikir mengenai itu. Sudahlah, toh aku tak ceritamu kamu tahu. Bukankah kamu yang lebih mengenalnya dari pada aku? Ha ha ha (Oppsss...).

“Aku dulu pernah cemburu. Sebel banget sama kamu. Sakit hati, sakit banget pokoknya. Tapi ya gimana. Mamang aku tak boleh melanggar batas-batas. Bukankah begitu seharusnya? Ketika batas itu tak bisa ku tembus maka aku akan mengalah. Aku pergi. Dan kamu tahu kan bagaimana aku yang selanjutnya. Yah, meskipun cinta yang awalnya manis itu kadang rasa pahitnya lebih lama.”
“Kalau sekarang bagaimana?”
“Sudah biasa lah. Kamu temanku, kamu sahabatku, kamu kakakku, dan kamu yang dulu pernah singgah sebentar. Kamu yang membentuk aku seperti ini. Meski pun aku ya, masih pemberontak yang sulit diluruskan. Tetap tak bisa menurut, tak bisa diatur. Mungkin itu yang membuat banyak pertimbangan.”
“Harusnya kamu punya pasangan yang nurut. Bisa kamu tundukkan.”
“Aku tidak butuh orang macam itu.”

Terima kasih, kamu. Untuk hari ini, entah kapan lagi bisa bersama. Kamu yang pernah singgah di sini dalam hatiku, dan kamu hari ini juga singgah di dalam rumahku yang baru. Kita tak perlu mengulang yang dulu dulu. Tak perlu. Kita bisa memperbaiki yang jelek menjadi lebih baik. Bukankah kita sudah sama-sama dewasa?

Deburan arus sungai, debaran dalam hatiku. Burung-burung pembawa merah senja. Kita berdua. Bajuku senada senja. Bercerita sampai mana. Hari ini manis. Seperti harum tubuhmu. Setelah sekian lama, aku mengingatnya kembali. Terima kasih.