Kekerasan terhadap Perempuan (KTP)/ Violence against Women (VAW)

Kekerasan terhadap Perempuan (KTP)
(Source/ Sumber:  Noname.2004.Kesehatan Reproduksi.Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.)
(Rewritten by Dimas Erda Widyamarta: www.ithinkeducation.blogspot.com)
Kekerasan terhadap perempuan (KTP) merupakan isu kesehatan masyarakat yang terabaikan dan harus diperhatikan dalam setiap komponen di atas. Biasanya petugas kesehatan sudah menunjukkan sikap smpati namun hanya sedikit dari mereka yang memiliki ketrampilan untuk memberikan informasi yang dapat membantu perempuan dalam situasi ini. Untuk mengatasinya, diperlukan kerjasama antara LSM dan rumah sakit; konseling terhadap klien dapat dilakukan oleh staf LSM, sementara diagnosis dan penanganan medis dapat diberikan oleh tenaga kesehatan. Kolaborasi dan penyatuan sumber daya menjadi penting dalam penanganan KTP.
Tiga ruang lingkup di mana KTP biasanya terjadi:
1.      Keluarga, meliputi kekerasan fisik, seksual dan psikologi, seperti: pemukulan, pelecehan seksual dan/ atau perkosaan kepada perempuan dan anak-anak. Kekerasan terkait dengan mas kawin, sunat perempuan, dan praktik tradisional berbahaya lainnya.
2.      Masyarakat, meliputi kekerasan fisik, seksual dan psikologis, seperti: perkosaan/ pelecehan seksual di tempat kerja dan lembaga pendidikan, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa.
3.      Negara, meliputi kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dibenarkan oleh negara. Misal: UU dan peraturan yang bas gender, minimnya perwakilan perempuan di lembaga legislatif (Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 1994).
Salah satu bentuk KTP adalah ‘kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)’ yang terjadi dalam keluarga atau ikatan perkawinan. Di Indonesia, Undang-Undang Anti KDRT saat ini sedang dibahas di DPR (2003). Dalam draft undang-undang ini, KDRT didefinisikan sebagai:
“Sebagai perbuatan terhadap seorang perempua ndan pihak yang tersubordinasi lainnya, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, ekonomi dan/ atau psikologis, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, dalam lingkup rumah tangga”.
Definisi ini memperlihatkan sudut pandang khusus tentang hubungan perempuan dan laki-laki di masyarakat yang berpotensi menimbulkan masalah kekerasan berbasis gender di rumah tangga, meliputi hubungan perempuan dan laki-laki dalam ikatan pernikahan (suami istri), pasangan (pernikahan tidak tercatat secara hukum) dan di dalam keluarga (misalnya, bapak terhadap anak) (Umar et al, 2003).

Kekerasan terhadap perempuan adalah :Setiap tindakan kekerasan berbasis gender yang berakibat kesengsaran atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi”