Menghilang..



 
dok.google
Hay. Kamu tahu? Seharusnya sih tahu ya. Setiap kali ada sms yang mendarat di layar Mera (belakangan itu nama HP Nokia warna merahku), selalu mata ini langsung melek, mlongo, deg-degan (mata gak bisa deg-degan sih) intinya gak mau mejem lagi. Bingung mau ngapain. Ngebaca berulang-ulang pokoknya. Mau pencet tombol ‘balas’ itu gengsinya selangit. Mikirnya sampai bisa kram otak. Akhirnya Mera tetap merana tak berbunyi lagi karena memang Mera kebanyakan senyapnya dari pada berisik. Beberapa saat kemudian buka lagi dan baca lagi. Gemuruh di hati jelas sekali, langsung rasanya mau nangis. Kenapa aku begitu cengeng. Mungkin seperti ini, aku salah mendekatkan magnet hati ini. Ketika kutub sudah saling tarik menarik dan setelah itu sulit sekali untuk berubah haluan menjadi tolak menolak. Bagaimana bisa menolak jika tarikan magnetnya masih sangat kuat?

“Mengapa ya, tulisan kalian itu romantis. Tapi kalian ENGGAK banget. Diem-dieman gak jelas.”

Orang yang pernah berkata ini adalah satu-satunya orang yang perkataannya aku turuti. Dia bilang, ‘nikmati aja’. Maka aku akan mengalir dan menikmati semuanya. Dan ketika dia bilang, ‘balas’. Maka runtuh angkuh dan gengsi yang kurawat untuk sekadar menekan tombol ‘balas’. Ya, karena omongan kamu itu. 

Aku ingin belajar romantis sepertimu. Yang merawat dia dalam ingatan, jika bertemu sering membicarakan. Walau kenyataannya sekarang dunia sudah mengubah ia yang kau rawat. Ia yang masih setia mengunjungi mimpi-mimpi dan membangunkan membuat kungkungan nuansa sendu sepanjang hari jadi ingin menangis. Ia yang selalu sangat istimewa dalam cerita-ceritamu dalam setiap detail ingatanmu walau dengan jelas-jelas menyakiti, menghianati di depan matamu.

Hey, kembali lagi aku ingin berbicara dengan kamu. Ya kamu, aku akan meninggalkan dia yang merawat manusia istimewanya itu. 

Dalam mimpiku juga ada dirimu. Ketika bermunajat, kemudian paginya aku bertemu denganmu. Sangat jelas itu wajah menyebalkan yang ada lesung pipit sebelah itu. Aku cubit pipimu. Mungkin sejenis memastikan. Dan salahnya di sini, mengapa aku tak menyubit pipiku saja. Sehingga lekas terbangun. Ya, terjaga dan tak ada siapa-siapa. Mata ini sudah hampir kembali berkeringat. 

“Mimpi itu cuma dua, yang tidak pernah terwujud dan bisa juga jawaban doa.”

Aku tak tahu datangmu itu adalah pilihan yang pertama atau yang kedua. Sulit, sangat sulit. Ya sudah sudah, nanti malah gila.

Menghilang. Baru juga seminggu aku menghilang. Apakah kamu lupa jika dulu tiba-tiba kamu yang menghilang selama berbulan-bulan? Ya, kebanyakan kegiatan sih ya, jadi amnesia sementara gitu jadinya. Terima kasih juga untuk kebaikan selama ini. Sekeras apapun hati ini mencoba dan dongkolnya sampai ubun-ubun, ketika membaca tulisanmu itu menjadi berubah. Aih, kembai cengeng. 

Kamu tahu, bahkan sangat tahu. Kalau aku masih sangat mencintai dan berharap kanvas itu digambari kuas-kuas dari tangan kita berdua.

Selamat lebaran, salam buat keluarga. Menantu yang baik adalah Gadis Gunung Kidul yang suka curhat di blog dan suka nesu-nesu gak jelas. 

“Kemudian aku memilih mencubit pipiku dan tebangun dalam mimpi panjang ini. Aku lalah, teramat lelah.”