Jodoh Itu Hanya Permainan Waktu



Sudah dari dua jam yang lalu aku mengumandang untuk menulis cerpen. Yang ada hanya online nggak jelas banget...

Jika ‘orang itu’ adalah dia, bagaimana ya perasaanku. Setelah malam-malam menekan tombol berwarna merah dan air yang tak terbendung mengaliri pipi. Aku bahagia, karena orang yang katamu tak pernah sedikitpun berhenti kamu cintai mungkin menjadi jodoh. Tapi, tahu kah kamu jika aku jauh lebih bahagia jika nanti suatu saat kamu bersanding di pelaminan (yang entah kapan) dengan perempuan yang sebelumnya tak ku kenal sama sekali. Bisakah? 

“Jodoh itu hanya permainan waktu.”

Suatu kejadian yang sepertinya akan berulang sebanyak tiga kali. Begini ceritanya.

Awal mula memang kalian yang saling mengenal terlebih dulu. Ikut seminar dan ada kamu. Dia yang duduk di sampingku jelas sudah tahu siapa kamu, mungkin juga saat itu kalian sudah sama menyimpan rindu. Ah, siapa yang tahu. Sebuah foto. Aku dan dia. Foto itu jelas berfokus pada dia yang duduk di sampingku, sedang aku adalah figuran belaka. Teman duduk.

Di dalam sebuah ruangan dengan riuh canda. Aku datang. Mengganggu kebersamaan menjadi pihak ketiga. Selanjutnya berpindah pada tempat makan. Masih bertiga, dan aku menjadi orang ketiga diantara kalian.
Tak lama setelah itu, semuanya berbalik. 

“Jodoh itu hanya permainan waktu.”

Waktu itu, aku adalah perempuanmu. Aku yang dengan sangat senang bersanding dengan lelaki sepertimu. Foto itu berbalik. Karena aku menggantikan menjadi tokoh utama dan dia yang di sampingku adalah figuran.
Beberapa bulan kemudian terjadi pergantian lagi. Tepatnya saat ini.

“Jodoh itu hanya permainan waktu.”

Aku kembali menjadi figuran.