Analisis Kumpulan Cerpen Perempuan Bercahaya Karya Rina Ratih



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menganalisis karya sastra harus berdasarkan teori dan kritik sastra, hendaknya menganalisis karya sastra dengan tidak hanya melihat dari satu norma saja, jangan subjektif melainkan harus objektif dan tidak memihak, mestilah ada pertimbangan baik buruk karya sastra berdasarkan kenyataannya, sehingga dapat menunjukkan hal-hal yang baru pada karya sastra yang dikritik.
Karya sastra selalu ada nilai makna yang akan disampaikan kepada pembaca dan pembaca dapat mengambilnya sebagai suatu pelajaran. Nilai pendidikan ini disebut kajian pragmatik dalam karya sastra. Kajian pragmatik terdiri dari  nilai pendidikan dan nilai budaya.
Masalah perempuan tidak pernah bosan dijadikan sebagai inspirasi dalam melahirkan karya sastra. Perempuan dapat dijadikan sebagai tokoh yang sangat bermacam-macam. Salah satu karya sastra yang mengangkat tema perempuan adalah kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih. Kumpulan cerpen ini terdiri dari enam cerpen. Keenam cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih mempunyai makna yang dapat dijadikan pelajaran oleh pembaca.
Makalah ini menganalisis kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih dengan kajian pragmatik. Alasan menggunakan kajian pragmatik karena dalam kumpulan cerpen ini terdapat makna atau amanat yang berupa nilai pendidikan dan nilai budaya yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Tujuan dari penulisan makalah adalah agar dapat mengetahui secara utuh makna yang terkandung dalam semua cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih. Analisis pragmatik dalam makalah ini membantu pembaca dalam memaknai cerpen yang mengangkat tema tentang perempuan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
2.      Bagaimanakah nilai budaya dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih.
2.      Untuk mengetahui nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih.

D.    Kajian Teori
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Dalam praktikya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembaca (Pradopo, 1994).
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan prakmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang berbagai objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaannya pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi secara terus menerus fungsi-fungsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu menahu tentang proses kreatifitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis (Ratna, 2007).
Prinsip pendekatan pragmatik antara lain:
1.      Karya sastra yang baik adalah yang dapat memberikan hiburan dan menfaat bagi pembaca.
2.      Cenderung memberikan penelitian terhadap suatu karya sastra berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.
Pada umumnya karya sastra memiliki nilai pendidikan yang mengajarkan kebaikan kepada pembacanya. Nilai pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan jasmani dan pendidikan rohani. Nilai pendidikan rohani terdiri dari nilai pendidikan ketuhanan dan nilai pendidikan kesusilaan.
Nilai budaya terdiri dari nilai budaya dalam hubungan manusia dengan tuhan, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain, dan nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.


 


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bercahaya Karya Rina Ratih
Nilai pendidikan terbagi menjadi dua yaitu nilai pendidikan jasmani dan rohani. Dalam analisis ini dikhususkan pada nilai pendidikan rohani. Nilai pendidikan rohani terdiri dari nilai pendidikan ketuhanan dan nilai pendidikan kesusilaan.
1.      Nilai Pendidikan Ketuhanan
Nilai pendidikan ketuhanan terdapat pada cerpen Perempuan Bercahayadan cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan. Nilai ketuhanan adalah hubungan antara manusia atau tokoh dalam cerpen dengan Tuhan. Dimaksudkan disini adalah kedekatan rohani antara tokoh dengan Tuhannya.
Tokoh Ti pada cerpen Perempuan Bercahaya terdapat nilai pendidikan berupa ketuhanan yaitu ia ingin mempunyai suami yang taat beribadah sehingga bisa menjadi imam disaat Ti shalat. Ti ingin bersimpuh menjadi makmum dan setelah shalat mencium tangan suaminya. Dalam agama islam, shalat menjadi tiang agama yang sangat penting. Ti ingin menjadikan keluarganya selalu dekat dengan Tuhan. Hal itu yang membuatnya menginginkan suami sekaligus imam dalam shalat dan kehidupannya. Nilai pendidikan ketuhanan ini terdapat pada kutipan berikut:
“Selama tiga puluh tahun aku merindukan suami menjadi imam di setiap shalatku. Aku rindu bersempuh menjadi makmum dari laki-laki yang telah memberi empat orang anak. Rindu.” (halaman 1)

Keinginan Ti tidak bisa terpenuhi karena suaminya yaitu Ripto tidak seperti yang Ti harapkan, meskipun Ripto baik, jujur dan penuh pengertian, tapi ia belum bisa menjadi imam dalam shalatnya. Ti membimbing Ripto untuk bisa shalat dan mengaji seperti dalam kutipan berikut:
“Kau jadi wanita penghuni surga karena telah mengajari suami shalat dan ngaji,” bisik ibu suatu hari setelah melihatku mengajarkan bacaan surat-surat pendek pada Mas Ripto.  Saat itu aku tersenyum bangga.” (halaman 1).

Ti menunaikan ibadah haji berama supirnya yaitu Kirno. Impian untuk pergi haji bersama suaminya tidak terwujud tetapi selagi ia bisa melakukanya dan tanpa suaminya pun ia bisa pergi. Ti pergi haji dibiayai oleh anak-anaknya, seperti dalam kutipan berikut:
“Mungkin karena kesetiaan dan kesantunannya jualah yang membuat anak-anakku percaya memberangkatkan Kirno untuk menemaniku naik haji. Sesungguhnya, inilah salah satu mimpiku bersama mas Ripto, menunaikan ibadah haji bersama!” (halaman 5).

Nilai ketuhanan pada cerpen Malaikat Penjaga Perempuan adalah pada tokoh Lasmi selalu disakiti suaminya. Ia dituduh berselingkuh. Setiap malam setelah suaminya menjambak dan memukulinya yang dilakukan Lasmi hanyalah mengadu kepada Allah seperti dalam kutipan berikut:
“Setiap kali disiksa, perempuan bernama Lasmi itu menangis. Setelah suaminya pergi, barulah sambil merangkak kesakitan, Lasmi ambil air wudlu dan kemudian shalat. Hanya mengadu kepada Allah, Tuhannya. (halaman 42).

Tuduhan suaminya kepada Lasmi tidaklah benar. Lasmi yang sekian lama dibuang ke sungai oleh suaminya masih hidup karena ia dijaga oleh malaikat. Lasmi yakin jika Allah akan menolong hambanya yang jujur seperti dalam kutipan:
“Ya. Malaikat telah membantu menghilangkan rasa sakit setelah kau pukuli. Malaikat telah menghilangkan rasa dingin air sungai. Dan malaikatlah yang mengingatkan aku bahwa sorga ada di setiap telapak kaki perempuan yang mencintai suami dan anak-anaknya.” (halaman 43).
Nilai pendidikan ketuhanan dalam kedua cerpen tersebut terdapat pada tokoh Ti pada cerpen “Perempuan Bercahaya” dan tokoh Lasmi dalam cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan”. Ti melalui shalat dan haji ingin mendekatkan diri dan menjadikan keluarganya dekat dengan Tuhan. Lasmi yang selalu disiksa oleh suaminya selalu mengadu kepada Allah dan ia berkeyakinan bahwa Allah menolong orang yang jujur. Amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca adalah agar sebagai manusia kita selalu beribadah kepada Tuhan baik dalam keadaan susah dan senang, bersabar dan yakin bahwa Tuhan akan menunjukkan jalan penyelesaian setiap masalah yang berakhir kebahagiaan.

2.      Nilai Pendidikan Kesuasilaan
Nilai pendidikan kesusilaan terdapat pada cerpen Perempuan Kedua, “Perempuan Pengambil Hati”, “Perempuan Pemuja Ketampanan, Malaikat Penjaga Perempuan, dan Perempuan Itu Bernama Evie. Nilai pendidikan kesusilaan adalah norma atau aturan yang harus dipatuhi sebagai manusia. Hal ini agar terjaga kesopanan dan kehormatan terhadap orang lain.
Dalam cerpen Perempuan Kedua, terdapat pada tokoh Sri dan Tami. Tami adalah seorang yang mempunyai istri dan anak, ia tak pantas menjadikan Sri istri kedua. Sri yang sebenarnya pintar dibutakan oleh cintanya kepada Tami maka ia rela saja dijadikan istri kedua. Hal tersebut melanggar norma kesusilaan karena Sri sama saja merebut suami orang, seperti dalam kutipan berikut:
“Itu tetap merebut suami orang, Sri. Pernikahan seperti itu tidak sah, tidak membawa berkah. Apalagi istrinya tidak tahu keberadaanmu! Kalaupun tahu, itu namanya menyakiti hati sesama perempuan, Sri!” suara ibu serak menahan tangis.” (halaman 9).

Cerpen “Perempuan Pengambil Hati”, nilai pendidikan kesusilaan terdapat pada tokoh Yusuf. Ia adalah suami Mona, tapiYusuf menikahlagi dan mempunyai anak. Ia meninggalkanMona dan kedua anaknyauntuk menikah dengan Yanti, seperti dalam kutipan berikut:
“Kulihat Mas Yusuf tersenyum bahagia dengan istri dan anaknya. Semantara anak-anak yang kulahirkan disia-siakan. Benar ini Mas Yusuf, suamiku dan ayah anak-anakku. Aku tidak salah sasaran.” (halaman 20).

Dalam cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan”, tokoh Kasih mempunyai pacar yang bernama Yopi. Laki-laki tampan pacar pertamanya di Yogja. Yopi melanggar nilai kesusilaan yaitu ketika berciuman di kantin dengan Purwantini, selingkuhannya. Sesuai adat ketimuran berciuman di tempat umum melanggar norma kesopanan dan dapat menggaggu kenyamanan orang lain, seperti dalam kutipan berikut:
“Yopi, mahasiswa teknik, teman sekampusku itu adalah laki-laki tampan pertama yang jadi kekasihku di Yogya. Bersamanya aku damai. Sampai, suatu sore di belakang kantin ketika kampus sepi, aku memergoki Yopi berciuman dengan Purwantini, mahasiswi semester satu. (halaman 26).

Cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan”, suami Lasmi selalu menyiksanya. Seharusnya sebagai suami ia menyayangi istrinya. Jadi suami tersebut melanggar nilai kesusilaan sebagai manusia, seperti dalam kutipan berikut:
“Dia masih ingat, bagaimana laki-laki perkasa itu memukul dan menendangnya berkali-kali, menyeret tubuhnya di tengah kegelapan malam dari rumah ke tepi sungai dan melemparkannya!” (halaman 40).

Dalam cerpen “Perempuan Itu Bernama Evie”, tokoh Faisal mendambakan anak selama sepuluh tahun, tetapi istrinya yang bernama Nurlita tidak juga hamil. Ia berselingkuh dan menikah dengan Evie.Faisal melanggar nilai kesusilaan karena sudah punya istri tapi masih menikah dengan perempuan lagi, seperti dalam kutipan berikut:
“Dunia serasa berhenti berputar saat ibu dan Nurlita tahu keberadaan Evie. Entah dari mana mereka tahu. Siapa yang membocorkannya? Mungkin rekan bisnis yang gagal kuajak bekerjasama karena aku sibuk kencan dengan Evie.” (halaman 49).

Dari penjelasan tersebut, nilai pendidikan kesusilaan diperoleh dari tokoh laki-laki yang memperlakukan perempuan dengan tidak baik. Tami dalam cerpen “Perempuan Kedua” mempunyai sifat sama dengan Yusuf dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati” dan Faisal dalam cerpen “Perempuan Itu Bernama Evie”. Tokoh tersebut menikah dengan perempuan lain hanya untuk memuaskan dirinya sendiri, walaupun pada akhir cerita setiap cerpen berbeda-beda. Tokoh seperti itu tidak dapat dicontoh karena telah menyakiti perempuan yang menjadi istrinya.
Berbeda dengan cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan”, tokoh Yopi melanggar norma kesusilaan karena berciuman dengan selingkuhannya. Kasih sebagai perempuan telah disakitinya dan perbuatan tersebut sangat tidak pantas dicontoh karena dapat menggaggu kenyamanan orang lain. Tokoh suami Lasmi dalam cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan” selalu menyiksa istrinya yaitu Lasmi. Seorang suami seharusnya menyayangi dan melindungi istrinya, maka tokoh terebut melanggar norma pendidikan kesusilaan. Amanat atau makna umum dari cerpen yang telah dibahas adalah agar sebagai manusia kita tidak mencontoh perilaku tercela tokoh tersebut.

B.     Nilai Budaya dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bercahaya Karya Rina Ratih
Nilai budaya terdiri dari nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain, dan nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
1.      Hubungan Manusia dengan Tuhan
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan antara lain berupa nilai ketaqwaan, suka berdoa, bersyukur, berserah diri dan lain-lain. Hubungan manusia dengan Tuhan terdapat pada cerpen “Perempuan Bercahaya”.
Ti berserah diri dengan keadaan suami yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi ia selalu bersyukur karena diberikan suami yang jujur seperti Ripto. Setelah Ripto meninggal, Ti masih rindu pada sosok suami seperti yang ia impikan. Ia selalu memohon dia kepada Tuhan sebelum berangkat haji, seperti dalam kutipanberikut:
“Kerinduan yang tak berujung. Aku memang sudah tua, tapi seandainya...seandainya ada seseorang yang diberikan Tuhan padaku. Menjadi imam di depanku tanpa kuminta, aku akan mencium tangannya dan dengan ikhlas akau akan bersedia menjadi istrinya.” (halaman 4).

Jadi tokoh Ti mempunyai hubungan yang erat dengan Tuhannya. Setiap keinginan, kegundahan yang selama ini tidak sesuai dengan harapannya selalu ia adukan kepada Tuhan. Hal ini memberikan pelajaran atau amanat bagi pembaca untuk selalu mengingat dan beribadah kepada Tuhan.

2.      Hubungan Manusia dengan Masyarakat
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat dapat berupa nilai budaya, musyawarah, gotong royong, cinta tanah air, patuh pada adat, dan keadilan. Nilai ini terdapat dalam cerpen “Perempuan Bercahaya”.
Sepulang dari haji, Ti dinantikan oleh masyarakat yang ingin mengetahui kabarnya. Ti dinantikan di masjid seperti dalam kutipanberikut:
“Di masjid, sudah banyak tetangga menunggu. Sebagai rasa syukur selamat dan sehat, aku segera mengambil wudlu karena belum shalat isya. Tanpa kuduga, Kirno pun demikian. Maka sebelum acara penyambutan, disaksikan keluarga dan tetangga yang sejak tadi menjemput, aku dan Kirno shalat isya di masjid. (halaman 6).

Dari kutipan tersebut hubungan manusia dengan masyarakat antara Ti dengan tetangganya tejalin dengan baik. Para tetangga menantikan dan menyambut kedatangannya dari ibadah haji. Jadi, jika di dalam lingkungan masyarakat kita berbuat baik maka mereka juga akan memberi perhatian kepada kita.

3.      Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain misalnya keramahan, kesopanan, kasih sayang, menepati janji, setia, kepatuhan terhadap orang tua, maaf memaafkan, dan kebijaksanaan. Nilai ini terdapat dalam cerpen “Perempuan Bercahaya”, “Perempuan Pengambil Hati”, dan “Perempuan Pemuja Ketampanan”.
a.         Cerpen “Perempuan Bercahaya” (Ti dengan Elis)
Hubungan Ti dengan sahabatnya yaitu Elissangat dekat. Sebagai sahabat yang telah lama terjalin, mereka saling perhatian. Elis masih ingat impian Ti walaupun telah lama Ti menyampaikan impian itu kepada Elis, seperti dalam kutipan berikut:
“Aku tahu cita-citamu Ti. Jangan lupa, aku sahabatmu sejak kita gadis. Kau ingin suami yang rajin shalat dan pintar ngaji, kan?” kata-kata Elis memerahkan wajahku dan mempercepat detak jantungku.” (halaman 4).

Makna dari cerpen ini adalah hubungan persahabatan yang terjalin baik akan sangat menyenangkan. Sahabat akan selalu mendukung dan mengingatkan hal yang indah ataupun impian yang sejak dulu ingin diraih.

b.      Cerpen “Perempuan Pengambil Hati (Mona dengan Yusuf)
Hubungan manusia dengan manusia lain dalam cerpen ini adalah mengenai maaf memaafkan. Mona tidak jadi menampar, menjambak, dan meninju Yanti, yaitu istri kedua Yusuf setelah Yanti menceritakan bahwa Yusuf sakit-sakitan seperti dalam kutipan berikut:
“Air mata perempuan itu adalah kesedihan dan ketidakbahagiaan hidup dengan Mas Yusuf. Kenapa aku ingin merebutnya? Bukankah perempuan ini juga tidak bahagia dengannya? Tidak layak memperebutkan laki-laki seperti Mas Yusuf. Bodoh jika aku mengharapkan laki-laki seperti Mas Yusuf kembali jadi suami dan ayah anak-anakku.” (halaman 23)

Mona tidak jadi meminta Yusuf untuk kembali padanyaataupun meminta uang untuk biaya hidup Mona dengan kedua anaknya. Keadaan Yusuf yang sakit-sakitan membuat Mona memaafkan kelakuan Yusuf yang telah meninggalkannya. Ia merelakan Yusuf tetap hidup bersama Yanti.



c.       Cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan (Hendro dengan ibunya)
Hendro, pacar kedua kasih yang sangat romantis ternyata mempunyai sifat kepatuhan terhadap orang tua. Ia rela diputus Kasih dan patuh terhadap ibunya yang galak, seperti dalam kutipan berikut:
“Hendro, benar ia kekasihmu?” tanya perempuan itu. Hendro tidak mengangguk, tidak juga berani menatapku apalagi berani menatap ibunya. Ihh...aku gemas melihat laki-laki tampan, berdada bidang, tapi berjiwa banci seperti itu. Sikap Hendro itu sudah memberi gambaran padaku siapa dan bagaimana sesungguhnya ia di hadapan ibunya.” (halaman 29).
Amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dalam cerpen ini adalah agar sebagai anak kita patuh dengan perintah orang tua.
Nilai budaya hubungan manusia dengan manusia lain ini dalam karya sastra sangat membantu penyampaian makna atau amanat oleh pengarang kepada pembaca. Interaksi antartokoh dalam cerpen “Perempuan Bercahaya”, “Perempuan Pengambil Hati”, dan “Perempuan Pemuja Ketampanan” membuat suatu karya satra dapat diambil pelajaran dan diterapkan dalam kehidupan nyata.
Misalnya tokoh Mona dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati”. Ia merelakan Yusuf untuk hidup bersama Yanti. Sebagai manusia kita tidak boleh dendam, walaupun pernah disakiti oleh orang yang dulu kita cintai. Jika melihatnya dalam keadaan sakit atau kesusahan, sebagai manusia harus mempunyai sifat pemaaf.
4.      Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri adalah berkaitan dengan pandangan hidup, bagaimana individu menghadapi konflik, apakah mengutamakan pribadi atau kehidupan sekelilingnya. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri ini terdapat dalam semua judul cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya.
a.       Cerpen “Perempuan Bercahaya”
Konflik yang dialami tokoh Ti dalam cerpen “Perempuan Bercahaya adalah karena ingin suami yang taat ibadah dan ngaji. Konflik itu masih berkecambuk setelah suaminya meninggal. Selama tiga puluh tahun lebih menikah dengan Ripto, keinginan itu belum terwujud juga. Ti tidak dapat berbohong terhadap dirinya sendiri bahwa ia merindukan sosok suami yang ia inginkan. Keinginan itu yang membuatnya tanpa sadar mencium tangan Kirno, supirnya setelah shalat. Kirno menjadi imam saat Ti shalat isya di masjid. Dalam bayangan dirinya, Kirno adalah suaminya seperti dalam kutipan berikut:
“Dalam ketiksadaran, tiba-tiba aku meraih tangan Kirno dan mencium tangannya. Kirno pun terperanjat dengan sikapku. Ia pasti tak menduga satu kali pun dalam hidupnya bahwa aku, majikaanya selama puluhan tahun, mencium tangannya setelah shalat bersama.” (halaman 6).
Konflik Ti ini tidak terselesaikan, karena Ti bimbang dengan keputusan yang akan diambil setelah kejadian tersebut, seperti dalam kutipan berikut:
“Oalah...haruskah aku menjadi dayang sumbi? Ataukah jadi majikan dan mengingkari janji hati? Aku ingat janjiku. Langit terasa berputar, orang-orang juga terlihat berputar, laku pelan-pelan berubah gelap!” (halaman 7).

b.      Cerpen “Perempuan Kedua”
Konflik Sri dalam cerpen Perempuan Kedua dapat diselesaikan. Dahulu ia selalu menjadi istri kedua dan selalu berharap dengan keluarganya yang utuh. Keinginan itu tidak pernah terwujud karena Tami suaminya ternyata hanya berbohong jika istrinya sakit. Maka Sri hidup sendiri sesuai dengan nasihat ibunya yang bermata sendu, seperti dalam kutipan berikut:
 “Hari-hari akan terus berjalan, aku tidak ingin menghabiskan waktu untuk menunggu lagi karena laki-laki itu milik orang lain. Aku tidak boleh sia-siakan waktu lagi. Dua tahun waktuku hanya diisi dengan harapan hampa tentang keluarga yang bahagia dengan celoteh anak dan suami penuh kasih.” (halaman 17).

c.       Cerpen “Perempuan Pengambil Hati
Awalnya Mona bertemu dengan Yanti bermaksud untuk memberi tahu kepada Yanti bahwa Mona adalah istri pertama Yusuf. Mona ditinggalkan Yusuf begitu saja sehingga timbul konflik dalam diri Mona dan sakit hati tentang perlakuan Yusuf tersebut. Setelah mendengar cerita Yanti tentang keluarganya yang tidak sebahagia Mona kira, ia tidak jadi meminta pertanggingjawaban. Ia membiarkan Yanti tetap bersama Yusuf, dan Mona hidup sebagai orang tua tunggal bagi kedua anaknya yaitu Dimas dan Dini. Sebagai manusia, Mona mengutamakan kepentingan orang lain, seperti dalam kutipan berikut:
“Tidak perlu menunggu dan berharap laki-laki itu datang lagi di rumah kami. Aku sudah punya pekerjaan, anak-anak sudah mandiri. Yang harus kulakukan sekarang adalah menabung dan mempersiapkan Dimas dan Dini menjadi manusia dewasa yang setia dan bertanggung jawab.” (halaman 24-25)

d.      Cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan
Kasih awalnya sangat menaruh harapan besar terhadap Aris. Setelah tahu ia laki-laki beistri dan punya anak, ia tidak jadi meminta Aris untuk menikahinya, seperti dalam kutipan berikut:
“Kulihat Aris di sampingnya. Kebanggaan seorang ayah baru di wajah Aris, kekasihku itu, mencabik-cabik jantungku. Benar-benar laki-laki penghianat!” (halaman 34).

Datang Gunawan untuk menikahinya. Awalnya Kasih mau, hingga sepuluh hari menjelang pernikahannya diketahui bahwa Gunawan sudah punya dua istri dan akan menjadikan Kasih sebagai istri ketiga. Batal nikah membuat ibunya sakit dan meninggal. Hati Kasih sakit, konflik tersebut yang mendorongnya untuk mengasah pisau lipat untuk dipakai membunuh Gunawan. Konflik yang dialami Kasih ini mempunyai penyelesaian dengan mengutamakan keinginan pribadi, ia sangat sedih ditinggal oleh ibunya, seperti dalam kutipan berikut:
“Maka, ketika adik-adik menangis terlolong-lolong memanggil nama ibu, aku keluar meninggalkan lorong rumah sakit. Hujan di luar rintik-rintik. Kupakai jaket, bawa kunci mobil, dan kuselipkan pisau lipat yang sudah kuasah sejak sore. Tujuanku ke rumah Gunawan.” (halaman 37).
e.       Cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan
Walaupun Lasmi dipaksa oleh suami,anak, dan menantunya untuk tetap tinggal, tapi ia ingat perlakuan suaminya ia tak mau hidup bersama lagi. Lasmi tidak ingin hidup dengan suaminya yang telah sakit-sakitan tetapi ia telah memaafkan segala perbuatan menyakitkan yang dilakukan oleh suaminya. Lasmi dalam mengahadapi konflik ini mengutamakan kepentingan pribadi, yaitu ia tetap ingin hidup sendiri tanpa suami dan anaknya, seperti dalam kutipan berikut:
“Bagaimana, Lasmi? Mau kan kembali ke rumah?” laki-laki itu tak sabar mendengar jawaban perempuan yang sejak tadi duduk di hadapannya. Dengan tenang dan penuh keyakinan, perempuan itu menggeleng. “Tidak Kang! Saya sudah punya rumah sendiri!” (halaman 47).

f.       Cerpen “Perempuan Itu Bermana Evie”
Faisal tidak percaya dengan anak yang dilahirkan Evie. Dari rumah Faisal berencana untuk cerai, ia tak mau terlalu lama membuat istrinya yaitu Nurlita murung dan sedih. Setelah tahu bayi yang dilahirkan Evie mirip dengannya, ia urungkan niat tersebut, seperti dalam kutipan berikut:
“Evie terus memandangku dan seolah-olah mengatakan,”lihat matanya. Lihat hidungnya, rambutnya, dan lekukan bibirnya. Semua mirip ayahnya, mirip kamu!” aku tidak segera mengeluarkan surat yang harus segera ditandatanganinya.” (halaman 54).

Nilai budaya hubungan manusia dengan dirinya sendiri pada setiap tokoh dalam keenam cerpen ini mempunyai cara sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya. Tokoh Ti dalam cerpen “Perempuan Bercahaya” bimbang dalam mengambil keputusan akhir. Sri dalam cerpen “Perempuan Kedua” menghadapi konflik yang ia alami dengan mengakhiri perannya sebagai perempuan kedua, hal ini untuk kepentingan dirinya dan ibunya. Mona dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati” merelakan Yusuf untuk tetap bersama Yanti, keputusan ini untuk kepentingan orang lain, yaitu kehidupan Yanti.  Kasih dalam cerpen “Perempuan Pemuja Ketampanan” menghadapi konfliknya dengan emosi, yaitu ingin membunuh Gunawan yang menyebabkan ibunya meninggal. Lasmi dalam cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan” memutuskan untuk tidak tinggal lagi dengan suami yang telah menyakitinya. Cerpen terakhir yaitu “Perempuan Itu Bernama Evie”, tokoh Faisal tidak jadi menceraikan Evie karena bayi yang telah ia rindukan selama sepuluh tahun. Konflik yang dialami para tokoh tersebut dan cara penyelesaiannya ini sangat menentukan akhir dari cerpen.




BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
1.      Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bercahaya Karya Rina Ratih
Nilai pendidikan terbagi menjadi dua yaitu nilai pendidikan jasmani dan rohani. Nilai pendidikan rohani terdiri dari nilai pendidikan ketuhanan dan nilai pendidikan kesusilaan. Nilai pendidikan ketuhanan terdapat pada cerpen “Perempuan Bercahaya” yaitu pada tokoh Ti dan cerpen “Malaikat Penjaga Perempuan” pada tokoh Lasmi.
 Nilai pendidikan kesusilaan terdapat pada cerpen “Perempuan Kedua”, “Perempuan Pemuja Ketampanan”, “Malaikat Penjaga Perempuan” dan “Perempuan Itu Bernama Evie”.

2.      Nilai Budaya dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bercahaya Karya Rina Ratih
Nilai budaya terdiri dari nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain, dan nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Nilai budaya hubunag manusia denga Tuhan terdapat dalam cerpen “Perempuan Bercahaya”. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat terdapat dalam cerpen “Perempuan Bercahaya”. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain terdapat dalam cerpen “Perempuan Bercahaya”, “Perempuan Pengambil Hati”, dan “Perempuan Pemuja Ketampanan”. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri terdapat dalam semua judul cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya.



DAFTAR PUSTAKA

Ratih, Rina. 2011. Perempuan Bercahaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka