ANALISIS PUISI MODEL JAKOBSON



Ada beberapa faktor yang diutarakan oleh Roman Jackobson yang mempengaruhi fungsi bahasa. Yaitu faktor pesan yang apabila sebuah komunikasi ditekankan pada pesan, maka dikatakan bahwa mengandung fungsi puitik atau fungsi estetis. Fungsi puitik ditandai oleh antara lain perulangan, penyimpangan, penonjolan atau keambiguan. Bila ditinjau dari segi strukturalis semua itu menyangkut segi penanda (akspersi) dan petanda (isi). Jakobson mengungkapkan salah satu fungsi dari pesan- pesan tersebut adalah penggunaan alat- alat literature sebagi metafora dan metonimi. Fungsi puitik ini juga dapat dijumpai dalam berbagai konteks tidak hanya dalam teks sastra saja akan tetapi dapat dijumpai surat artikel surat kabar, ceramah, dan sebagainya. Jakobson mengungkapkan bahwa setiap produksi verbal dapat memiliki fungsi puitik selama memenuhi sifat- sifat atau syarat- syarat yang telah disebutkan diatas.
Dalam analisis puisi juga memperhatikan tiga aspek yakni: ekuivalensi, metafora, dan metonimi. Dalam menganalisis puisi, Jakobson mengemukakan bahwa pembaca perlu membedakan antara poros sintagmatik dan paradigmatik. Pada poros sintagmatik, penyair memakai kaidah bahasanya dengan menggabungkan (kombinasi) kata- kata sesuai dengan daya ciptanya. Sedangkan dalam poros paradigmatik, penyair melakukan seleksi dari sekian banyak kata atau struktur sintaksis yang ia kenal dalam bahasanya. Seleksi tersebut dilakukan berdasarkan kesepadanan (equivalence), keserupaan dan ketidakserupaan (similarity and dissimilarity), atau pesinoniman atau kentoniman (synonymity and antonymity). Dengan demikian, proses seleksi sama pentingnya dengan penggabunagan kata.
Dua figur retorik pokok, metafora dan metonimi, merupakan figur ekuivalensi dalam arti bahwa keduanya secara khas mengajukan suatu entitas yang berbeda bagai hal yang mempunyai status ekuivalensi dengan apa yang menjadi subyek pokok figur. Dalam puisi menurut Jakobson beroperasi dua aspek dasar struktur bahasa, yakni gambaran metaphor retoris (kesamaan) dan metonimia (kesinambungan).
Pada garis besarnya metafora mendasarkan diri pada persamaan atau analogi antara subjek harfiah dan substansi metaforikanya. Istilah metafora, dapatnya mengacu pada gejala pergantian sebuah kata yang harfiah dengan sebuah kata lain yang figurative. Dan yang menjadi penggantian ini adalah kemiripan atau analogi diantara yang harfiah dan penggantiannya yang metaforik.

1.      Puisi  Subagio Sastrowardojo
Dewa Telah Mati
Tak ada dewa dirawa- rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengitari bangkai
pertapa yang terbuuh dekat kuil.

Dewa telah mati ditepi-tepi ini
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
pelacur yang tersenyum dengan bayang sendiri.

Bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki- laki jantan dan pertapa
kerawa- rawa mesum ini
dan membunuhnya pagi hari.







2.      Analisis Puisi
Dari puisi “Dewa Telah Mati” karya Subagio Sastrowardojo tersebut dapat ditemukan adanya struktur bahasa yang bermakna metafora. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jakobson bahwa metafora merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengungkapkan pesan. Metafora dalam puisi ini dapat dilihat dari bait pertama. Yaitu kata dewa, rawa- rawa, gagak, malam hari, bangkai, pertapa dan kuil. Bait kedua: dewa, tepi- tepi, ular, sumber dan pelacur. Dan dalam bait ketiga adalah perempuan jalang, laki- laki jantan, pertapa, rawa- rawa mesum dan pagi  hari.
Selain metafora, dalam puisi ini juga ditemukan majas metonimi. Majas metonimi adalah majas yang berupa penggunaan nama dari yang dikaitkan dengan nama orang atau barang yang ada di dalam puisi. Misalnya dalam kata gagak yang selalu berhubungan dengan bangkai serta kata pertapa yang selalu berhubungan dengan kuil. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

/Hanya gagak yang mengakak malam hari/
/Dan siang terbang mengitari bangkai/
/pertapayang terbuuh dekat kuil.//

Jakobson mengungkapkan bahwa menganalisis puisi terdapat aspek yang perlu diperhatikan yaitu metafora, metonimi dan ekuivalensi. Ekuivalensi masuk dalam poros paradigmatik.
Poros sintagmatik penyair mengekspresikan sesuatu dengan mencarikan analogi atau persamaan secara figurative yang dapat memresentasikan hal yang dimaksud. Misalnya:

/Tak ada dewa dirawa- rawa ini//

 Kata “rawa- rawa” menggantikan suatu tempat, atau kota. Sedangkan dalam poros paradigmatik, penyair melakukan seleksi atau mengambil kata- kata yang lebih dekat kata yang dimaksud. Seleksi tersebut dilakukan berdasarkan kesepadanan (equivalence), keserupaan dan ketidakserupaan (similarity and dissimilarity), atau pesinoniman atau kentoniman (synonymity and antonymity). Kesepadanan itu misalnya:
/Dewatelah mati ditepi-tepi ini //

 Kata “dewa” itu mengganti Tuhan.  “Dewa telah mati ditepi- tepi ini” sama juga artinya dengan Tuhan yang telah mati dari sebagian hati manusia atau Tuhan sudah tidak dipercayai oleh manusia.
Secara keseluruhan puisi ini saling berkaitan. Pada bait pertama digambarkan bahwa dunia hanya penuh dengan kejahatan dan kemaksiatan karena orang tidak percaya lagi kepada Tuhan. Bait kedua menggambarkan bahwa didunia ini hanya ada orang- orang yang jahat, yaitu pelacur atau mencari rezeki dengan cara haram. Dan disimpulkan bada bait ketiga yaitu manusia yang hanya memuaskan hidup keduniawian dan mengumbar hawa nafsunya akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri. Seperti kutipan bait ketiga baris terakhir berikut:

            /dan membunuhnya pagi hari/

Dalam piuisi ini juga mengungkapkan sebuah realita yang terjadi saat ini. Penggunan beberapa kalimat tersebut dibuat untuk membeikan pemahaman serta pembaca dapat mendeskripsikan maksud puisi tersebut.
Jakobson juga berpendapat bahwa hal penting dalam fungsi puitik bukanlah referensi, acuan diluar ungkapan bahasa itu. Pemakaian bahasa dari kata merupakan hal yang menjadi pusat perhatian,walaupun fungsi- fungsi lain bukan tidak ada dalam puisi. Dalam puisi, hal yang paling penting diambil hanya pesan saja. Dalam Puisi “Dewa Telah Mati” karya Subagio Sastrowardojo terdapat sangat banyak pesan. Salah satunya adalah janganlah melupakan Tuhan di dalam kehidupan ini, agar tidak terjerumus dalam kesesatan.