Prosa Fiksi Drama I



1.      Plot dan Subplot dalam Novel “Salah Asuhan”
Plot utama dalam novel “Salah Asuhan” adalah cerita tentang Hanafi dan Corrie de Bussee.
Hanafi yang merupakan seorang laki- laki muda asal Minangkabau berteman dengan Corrie de Bussee, seorang gadis cantik keturunan Belanda. Tetapi karena mereka berbeda bangsa, maka mereka tidak boleh menikah.
Dari plot utama diatas memunculkan subplot yang menimbulkan konflik dalam novel “Salah Asuhan”. Subplotnya adalah ketika Hanafi dan Corrie tidak diperbolehkan menikah, Corriee pergi ke Betawi. Konflik mulai muncul ketika ibu Hanafi menjodohkan Hanafi dengan sepupunya yang bernama Rapiah. Hal ini dilakukan untuk membalas budi ayah Rapiah yang telah membantu biaya Hanafi sekolah. Setelah menikah, Rapiah diperlakukan seperti babu oleh Hanafi. Mereka mempunyai anak bernama Syafei.
Subplot selanjutnya adalah ketika Hanafi digigit anjing gila dan berobat ke Betawi. Hingga tanpa sengaja bertemu dengan Corriee. Hanafi mengirimkan surat cerai untuk Rapiah, kemudian ia menikah dengan Corrie tetapi pernikahan mereka tidak bahagia.Hanafi menuduh Corriee berzina dengan laki- laki lain. Corriee sakit hati dan pergi ke Semarang. Corriee meninggal dunia karena sakit kholera.
Hanafi kembali pulang ke Mingakabau dan kembali bersama Rapiah. Pekerjaannya hanya merenung saja. Akhirnya Hanafi meninggal dunia karena minum sublimat.
Dari plot utama dan subplot uraian diatas, tokoh Hanafi berperan dominan dan didukung oleh Corriee, Rapiah dan ibu Hanafi. Keempat tokoh tersebut memunculkan konflik yang beragam dengan penyelesaian bermacam- macam. Corriee, Rapiah dan ibu Hanafi berperan penting karena saling berhubungan dengan tokoh utama yaitu Hanafi di dalam akhir novel “Salah Asuhan” ini.

2.      Latar dan Pelataran dalam Novel “Pengakuan Pariyem”

·         Latar adalah tempat dimana sebuah cerita diletakkan.
·         Pelataran adalah cara pengarang menggambarkan dan menyusun letak tempat didalam sebuah cerita.
·         Latar dibagi menjadi 3, yaitu:
a.       Latar tempat adalah dimana sebuah cerita diletakkan
b.      Latar waktu adalah kepan terjadinya cerita
c.       Latar sosial adalah kondisi sosial tokoh

Latar dan Pelataran dalam Novel “Pengakuan Pariyem”
a.       Latar tempat
ü  NDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta
ü  Wonosari Gunungkidul
NDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta yaitu tempat Pariyem bekerja menjadi babu. Yaitu di rumah nDoro Kanjeng Cokro Sentono.
Wonosar Gunungkidul yaitu daerah asal Pariyem. Pariyem kembali ke Wonosari Gunungkidul ketika mengandung anak Ario. Ario adalah anak nDoro Kanjeng Cokro Sentono. Setelah melahirkan, Pariyem kembali bekerja di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta sebagai babu.
b.      Latar waktu
Dalam novel “Pengakuan Pariyem”, tidak dijelaskan secara langsung tahun terjadinya cerita. Tetapi dijelaskan sedikit tentang G30S/PKI. Jadi cerita ini berlangsung tahun 1960-an.
c.       Latar sosial
Kondisi sosial tokoh Pariyem yaitu orang miskin yang kedua orang tuanya bekerja sebagai petani. Sedangkan ia bekerja di rumah Ndoro Kanjeng Cokro Sentono yang kondisi sosialnya adalah seorang priyayi terpandang.
d.      Pelataran
Di dalam novel pengakuan pariyem, pengarang menggambarkan tempat yang jelas. Misalnya tentang keadaan halaman rumah nDoro Kanjeng Cokro Sentono yang rindang, tentang Alun- alun Lor, Alun- alun Kidul. Pasar Beringharjo serta kondisi sawah- sawah yang ada di Wonosari Gunungkidul.

3.      Gaya dan Nada dalam Novel “Siti Nurbaya”
a.      Gaya
Pengarang, Marah Rusli yang mempunyai mana asli Marah Halim bin Sultan Abu Bakar ini lahir di Padang Sumatra Barat. Sesuai dengan tanah kelahirannya, novel “Siti Nurbaya” banyak menceritakan tentang daerah di Padang.
Hal yang manjadi gaya Marah Rusli dalam menulis novel “Siti Nurbaya” adalah sebagai berikut:
·         Ketika melihat nama Sutan Mahmud Syah, Baginda Sulaiman, Datuk Maringgih sudah menperlihatkan bahwa milik nama- nama tersebut adalah orang Padang.
·         Dalam menulis istilah dengan bahasa Padang, Marah Rusli memberikan arti atau keterangan dibagian bawah novel. Misalnya:
“Engku Muda*, jangan marah!” (halaman 12).
“Tetapi Engku Penghulu** menyuruh hamba pergi.” (halaman 12).
Keterangan:
*Panggilan kepada anak orang yang berpangkat di daerah Padang.
**Nama pangkat di Padang, yang hampir wedana di tanah Jawa.
·         Menggambarkan daerah di Padang. Misalnya:
“Orang Belanda menamai Gunung Padang ini Apenberg (gunung kera) sebab di puncaknya banyak kera yang jinak- jinak...” (halaman 39).

·         Dijelaskan pula adat Padang jika menikah, yang memberi mahar atau yang menggeluarkan uang banyak adalah dari pihak perempuan, berbeda dengan adat di Jawa.
·         Novel ini menggunakan banyak pantun di ketika Samsul Bahri dan Siti Nurbaya saling mengungkapkan perasaan. Misalnya:
“Padang Panjang dilingkar bukit,
bukit dilingkar kayu jati,
kasih sayang bukan sedikit,
dari mulut sampai dihati.” (halaman 46).
·         Marah Rusli mengganti nama tokoh Samsulbahri ketika 10 tahun kemudia ia menjadi Letnan. Namanya adalah Letnan Mas. Mas sendiri diperoleh dengan membalik nama Sam (Samsulbahri).
b.      Nada
Fungsi gaya adalah menghasilkan nada (suasana). Dapat berupa suasana menyedihkan, menakutkan, kemarahan, dan sebagainya.
ü  Suasana sedih
Kesediahan terletak ketika Samsulbahri akan pergi ke Jakarta meninggalkan Siti Nurbaya.
Akhirnya pergilah ia kepada Nurbaya, lalu dipegangnya tangan gadis ini beberapa lamanya, sebagai tak hendak dilepaskannya. Dadanya rasakan sesak menahan kesediahan yang timbul dalam hatinya karena perceraian ini, sehingga tiada dapat berkata- kata...(halaman 80-81).

Kesedihan juga terlihat ketika ayah Samsulbahri mengusir dan sudah tidak menganggapnya anak lagi karena Samsul ketahuan bersama Siti nurbaya. Ketika itu, Siti Nurbaya sudah menjadi istri Datuk Meringgih.
ü  Suasana marah
Kelicikan yang dilakukan datuk meringgih sehingga membuat ayah Siti Nurbaya bangkrut dan berhutang kepadanya. Untuk melunasi hutang tersebut, Datuk Meringgih meminta Siti Nurbaya menjadi istrinya.
ü  Suasana haru
Ketika Samsulbahri menyamar menjadi Letnan Mas. Menjelang ajalnya, ia ingin dipertemukan dengan ayahnya, karena ingin minta maaf. Sutan Mahmud Syah tidak tahu bahwa yang terbaring adalah anaknya. Saat Samsulbahri meninggal, barulah Sultan Mahmud tahu bahwa Letnan Mas adalah anaknya yang dulu di usir dan tidak di anggap anak lagi. Sebenarnya Sultan Mahmud menyesal mengusir Samsulbahri 10 tahun yang lalu. Karena hal itu membuat ibu Samsulbahri sakit- sakitan dan akhirnya meninggal dunia.
...sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna, kata pepatah. Walaupun sampai engkau menjerit sampai ke langit sekalipun, kesalahanmu ini tak dapat di perbaiki lagi. jika tiada tergesa- gesa engkau menjatuhkan hukuman atas anakmu itu, barangkali tiada terjadi kesengsaraan dan kesedihan ini...(halaman 265).