Tetot! Hal ini tak berlaku. Semua hari berjalan sama. Angka-angka terlewat begitu saja. kalau mencari makna bukan dari angka-angka berapa, tapi caranya menikmati angka-angka itu sehingga menjaid bermakna *ngomong ra jelas.
Sore itu huja. Aku bersama dressku yang cantik menembus rintik-rintik. Oh, sudah bukan rintik lagi kalau hampir membuatnya basah. Meninggalkan sebuah tempat. Besok hari yang luar biasa, seperti itu batinku. Melaju, sambil melambai tangan kepada masa lalu. Selamat tinggal kataku. Kemudian tanganku menengadah. Menikmati basah. Ikan ini mungkin hidup di air. Dan sekarang bisa memilih untuk menjadi licin dipegang. Ah, bisakah? Aku bertanya pada diriku sendiri.
Sebelum itu, jalan menemukan aku dengan seorang perempuan. Berpapasan. Ia melepas soflens-nya karena takut terbawa air hujan yang jatuh. Aku menepuk-nepuk pundaknya. Ayo pulang ajakku. Dia hanya mengiyakan tanpa menatap. Dia masih cantik seperti dulu. Aku kalah karena dia lebih dahulu bersikap dewasa, sedang aku?
Selamat tinggal. Sudah kucukupkan kalaupun kita tak bisa bertemu tak apa. Toh buat apa.
“Telp no bla bla bla.”
Tersambung. Dan, jika ada sebuah penyakit baru, aku akan menamakannya penyakit rindu.
Yuk, kapan ketemu. Aku akan menjadi ikan yang berenang-renang. Tapi tak di airmu. Aku akan menjadi ikan yang licin. Hingga kamu susah menangkapmu.
Musim sudah hujan.
2 Desember. Ketika semuanya diketahui. Sejak kamu tempelkan kepala pada pundak. Sejak saat itu ikan menari dalam airmu. Tapi sekarang tidak.
“Wah, selamat berburu berita. Tak terasa sudah setahun.”
Selamat bergabung jurnalis muda!
Eh, Happy Anniversary!