Potensi dan Bahaya pada Masa Remaja

Potensi dan Bahaya dalam Masa Remaja

A.Remaja Sebagai Sumber Potensi

Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan, “In het verleden ligt het heden, in het nu wat worden zal”. Artinya: keadaan sekarang dibentuk oleh keadaan yang lampau, dan keadaan yang akan mendatang ditentukan oleh keadaan sekarang. Dengan kata lain, “Syubanul yaum Rijaalul qhod”. Pemuda / remaja di masa sekarang ini pemimpin di masa depan.
               
Ungkapan ini begitu masyhur kedengarannya, dan memang terwujud di alam nyata ini. Bahkan ada lagi sebuah ungkapan lain: “Inna fii Yadhis Syubban Amrol Ummati wafii Aqdamihim Hayaataha”. Sesungguhnya hanya di tangan dan langkah para pemuda dan remaja urusan dan hidupnya ummat masyarakat. Artinya baik dan buruk suatu umat atau bangsa di masa datang, sangat ditentukan oleh baik dan buruknya pemuda atau remaja di masa kini.

            Dengan ungkapan-ungkapan diatas, berarti seorang pemuda atau remaja merupakan sumber potensi yang dapat menicptakan keadaan yang lebih baik di masa mendatang melalui karya dan potensi intelektualnya dalam membangun suatu peradapan masyarakat atau bangsa. Sebaliknya dengan dekadensi moral dan lenyapnya iman yang melanda pemuda atau remaja di masa kini, adalah sebagai sumber potensi yang akan dapat menghancurkan dan menistakan keadaan umat masyarakat dimasa datang.

            Kalau kita boleh meramalkan, tentunya keadaan ummat dan masyarakat di masa yang akan datang sudah dapat kita baca dan tentukan mulai sekarang. Bagaiamana keadaan Sepuluh tahun, lima belas tahun dan dua puluh tahun lagi ummat masyarakat bangsa dan negara kita….? Jawabannya sangat mudah. Tidak membutuhkan ramalan seorang paranormal dan dukun yang hebat. Yaitu cukup dengan melihat keadaan remaja atau pemuda yang hidup dimasa sekarang ini. Karena eksistensi remaja dan pemuda sekarang ini merupakan jawaban yang rasional untuk menentukan warna dan corak kehidupan masyarakt di masa yang akan datang. Apabila kita menyaksikan kehidupan remaja dan pemuda yang tidak lain sebagai anak-anak bangsa, telah teraktualisai pada wujud nilai positif akan daya dan kemampuan yang dimiliki dengan dilandasi nilai-nilai intelektual, akhlak, budaya yang tercermin dari nilai moralitas bangsa yang berketuhanan, maka kita sudah dapat memastikan bahwa bangsa dan negara kita dimasa datang akan tampak sebagai bangsa yang religius, maju dan beradab. Tapi sebaliknya, apabila keadaan remaja dan pemuda di masa kini sebagai remaja dan pemuda yang tidak bermoral dan berakhlak mulia, maka kejayaan dan keluruhan bangsa dan negara kita akan hancur. Seorang Sastrawan mengatakan, “Kejayaan bangsa dan negara itu ditentukan oleh keluhuran akhlak. Apabila telah hilang akhlaknya, maka runtuhlah kejayaan bangsa itu”.
               
Masa muda atau remaja hanyalah merupakan satu estape dari beberapa estape kehidupan yang harus dilalui. Tetapi pada masa muda atau remaja itulah sebenarnya merupakan masa yang paling ideal untuk beraktifitas. Dr. Kartono Muhamad menggambarkan generasi muda sebagai generasi yang terasing, sebab pada umumnya mereka masih mencari pelarian untuk tempat kreativitas.
           
Pelarian generasi muda akan menjurus pada dua arah, yaitu arah positif dan negatif. Jika arahnya ke positif, mereka akan memanfaatkan potensinya kepada perilaku konstrukfit, seperti ikut peduli terhadap masa depan masyarakat. Tetapi jika arahnya negatif, maka mereka akan terjebak dalam dunia hitam sebagai generasi yang tidak bermoral.
           
Gejala generasi yang tidak bermoral bukan saja dalam bentuk ungkapan yang menggambarkan keputusasaan, penderitaan, kehancuran, dan ketidakberdayaan, tetapi juga bisa tampak pada wujud lain, seperti rasa curiga, pesimisme, kebencian dan kemarahan serta kecemasan. Reaksi generasi muda yang tidak bermoral dapat bermacam-macam. Pertama ketidakpatuhan terhadap aturan sosial dan muncul dalam perilaku kriminal. Kedua, salah penyesuaian dalam mencari aktualisasi dengandiri dalam pergaulan. Ketiga, penolakan terhadap nilai-nilai budaya yang berlaku. Keempat, pemberontakan idiologi maupun politis yang dapat tampil dalam bentuk radikalisme, agitasi, civil disobedience (menolak mematuhi peraturan pemerintah), terorisme, atau menciptakan idiologi (aliran dan madzab baru). Lima , “Acting out” yang dapat berupa perilaku penyimpangan seksual, homoseksualitas, penghancuran diri dan melarikan diri ke narkoba dan alkohol.
           
            Pada dasarnya setiap orang pernah mengalami transisi perubahan yang dipaksakan oleh alam, yaitu bermula ketika ia dilahirkan dan terlepas dari rahim ibunya. Setiap peristiwa perubahan yang terjadi di sekitar seseorang dan menghadapkan orang itu kepada situasi yang baru sama sekali, maka sebenarnya dapat menjadi sumber timbulnya pembentukan jati diri. Maka disinilah letak perso’alan yang menjadikan satandart dan barometer dalam menentukan peranan semua pihak, terutama orang tua dalam membina dan mendidik anak-anaknya menjadi generasi muda yang penuh potensi positif –diharapkan- sebagai pemegang  kelanjutan estafet perjuangan yang belum selesai dari suatu ummat atau bangsa ini. Karena itu wajar jika setiap bangsa dan ummat di dunia ini adalah menitik beratkan pembinaan generasi muda. Tidak terkecuali, perjuangan kesadaran fafirru Ilalloh wa Rosulihi Shollalloohu 'alaihi wasallam dalam ikut membangun ummat dan msyarakat, juga menempatkan pemuda atau remaja sebagai bagian dari pembinaan melalui wadah yang disebut “Badan pembina Remaja Wahidiyah”. wadah atau badan ini diharapkan mampu membentuk remaja atau pemuda sebagai remaja atau pemuda yang berkwalitas lahir batin, sebagai laskar-laskar pejuang kesadaran yang penuh kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai insan manusia hamba Alloh.

Pembinaan kaum remaja dam pemuda yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya “badan Pembina Remaja Wahidiyah” adalah berpijak pada sebuah cita-cita besar Beliau Muallif Sholawat Wahidiyah, yang ingin mencetak “Wali yang intelektual dan intelektual yang wali”. Artinya, mencetak kader-kader yang profesional dan berkwalitas lahir batin. Batinnya penuh dengan kesadaran dan kema’rifatan kepada Alloh wa Rosulihi Shollalloohu 'alaihi wasallam, lahirnya mampu menguasai berbagai disiplin ilmu, sebagaimana ungkapan bijak dari seorang tokoh dan Ulama besar Syeh Imam Al Gholayin : “Demi Alloh, hidup dan manfaatnya remaja atau pemuda itu hanya dengan ilmu dan ketaqwaan. Apabila keduanya tidak didapatkan pada diri remaja, maka keberadaan remaja itu tidak ada guna dan mafaatnya”.

            Akhirnya semua keputusan ada ditangan kita semua. Ikhtiar merupakan bagian yang wajib kita laksanakan, karena Tuhan tidak akan merubah keadaan suatu kaum, apabila kaum itu tidak merubah dirinya (melalui usaha, ikhtiar dan doa).
B. Potensi Pada Masa Remaja

KEKUATAN FISIK
Remaja mengalami perkembangan fisik yang luar biasa. Perkembangan kerangka tubuh mencapai puncak ketika manusia berumur sekitar 18 tahun. Masa remaja juga merupakan masa pertumuhan fisik yang pesat, misalnya perkembangan kapasitas paru-paru yang menuju puncaknya. Jantung juga tumbuh sangat pesat pada masa remaja itu.
Karena itu, remaja mempunyai kekuatan fisik yang berlimpah-limpah. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa. Dengan potensi itu, ditambah pelatihan-pelatihan psiko-motorik yang bagus, remaja dimungkinkan mencapai prestasi-prestasi dalam bidang-bidang kegiatan yang menuntut aktifitas psikomotorik seperti olahraga.
KEMAJUAN INTELEKTUALITAS
Menurut Bambang Mulyono (1986), remaja sudah mempunyai kemampuan berpikir abstrak dan komprehensif. Remaja bisa melakukan analisa mendalam sehingga ketika meghadapi masalah atau kasus mereka bisa mencari alasan-alasan, sebab-sebab, arti-arti, makna-makna, tujuan-tujuan, fungsi-fungsi, dan menarik kesimpulan-kesimpulan logis. Hal itu menunjukkan potensi besar remaja dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
SEMANGAT DAN GAIRAH
Remaja mempunyai semangat dan kegairahan yang luar biasa. Ini merupakan potensi yang sangat besar sebab menjadi daya dorong bagi mereka untuk bekerja keras dan berjuang untuk meraih prestasi-prestasi.
CITA-CITA KUAT, MESKI UTOPIS
Remaja mempunyai idealisme atau cita-cita yang sangat kuat. Meskipun cita-cita itu sering tidak realistik (Hurlock, 1997), tetaplah merupakan potensi yang luar biasa. Hal itu merupakan modal untuk bisa menjadi orang yang kreatif. Jika dibina dalam pendidikan yang matang, bisa menjadi orang yang yang inovatif dan kreatif.
PERGAULAN YANG LUAS
Pergaulan social remaja yang semakin luas juga merupakan sebuah potensi. Jika kelompok-kelompok remaja yang begitu bersemangat dan kreatif dibina dan didampingi serta diarahkan secara baik, akan menjadi kelompok-kelompok kerja yang kuat. Mereka bisa menjadi tim-tim yang solid dan berenergi.
MINAT-MINAT POSITIF
Remaja adalah masa di mana seseorang mempunyai minat-minat kreatif yang bisa tergolong positif maupun negatif (Hurlock, 1997). Sebagian dari minat-minat itu bisa menjadi sebuah potensi atau kekuatan yang bila diarahkan akan membawa remaja meraihkeberhasilan-keberhasilan. Beberapa minat positif itu adalah sebagai berikut
  • Minat pada permainan bisa menjadi positif jika diarahkan menjadi sebuah proses belajar dan proses pengembangan pergaulan yang baik. Sebagai contoh adalah proses belajar melalui kegiatan out bond yang berbasis permainan. Atau pengembangan prestasi olahraga melalui permainan yang menuntut ketrampilan psikomotorik.
  • Minat pada olahraga. Hal itu jelas positif yang jika diarahkan bukan hanya membantu perkembangan fisik remaja namun membawa remaha meraih prestasi-prestasi profesional.
  • Minat pada kegiatan bepergian (traveling). Bisa menjadi kegiatan positif bilamana dikaitkan dengan kegiatan belajar. Misalnya bepergian untuk kepentingan karya wisata, studi tour, penelitian lapangan, dsb.
  • Minat pada kegiatan hobi populer. Bisa positif jika diarahkan kepada hobi-bobi yang positif, misalnya hobi koleksi perangko, hobi olahraga, dsb.
  • Minat pada musik. Bisa positif bila diarahkan pada musik dan seni bersifat positif dan membangun kebudayaan.
  • Minat pada kegiatan membaca. Bisa sangat positif jika dikaitkan dengan proses belajar dan memperkaya diri dengan banyak ilmu dan informasi.
  • Minat pada kegiatan menonton film. Bisa positif jika dikaitkan dengan proses belajar sebab melalui pengamatan proses belajar dapat terjadi secara lebih intensif daripada hanya sekedar mendengar ceramah guru.
  • Minat pada kegiatan percakapan. Bisa positif jika dikaitkan dengan proses belajar. Misalnya kegiatan diskusi ilmiah.
  • Minat pada kegiatan menolong orang lain (kegiatan sosial). Akan menjadi maksimal jika dibina dan diorganisir, misalnya kegiatan palang merah remaja.
  • Minat pada peristiwa-peristiwa dunia. Bisa sangat positif jika dikaitkan dan diarahkan pada kegiatan belajar.
  • Minat pada kritik dan pembaruan (perubahan, inovasi, kreativitas). Bisa sangat positif bila dibina dan diarahkan untuk proses-proses yang bersifat konstruktif.
  • Minat-minat pribadi pada prestasi. Ini merupakan modal dasar bagi kesuksesan (achievement oriented).
  • Minat pribadi pada kemandirian. Ini merupakan modal dasar kesuksesan.
  • Minat pendidikan. Ini merupakan modal dasar maksimalisasi pengembangan SDM.
  • Minat pekerjaan. Akan positif jika diarahkan dalam kaitannya dengan pengembangan SDM dan perencanaan visi hidup masa depan.
  • Minat agama. Sangat positif dan menjadi peluang bagi pembinaan kerohanian sejak dini.
MINAT PADA AGAMA
Pada dasarnya remaja memiliki pikiran kritis. Menurut Wagner sebagaimana dikutip Hurlock (1997, hal 222), remaja meminati untuk mendalami agama karena kebutuhan emosional dan intelektual. Remaja tidak mau menerima agama sebagai tradisi yang kaku dan kolot. Remaja menerima agama manakala itu menyentuh jiwanya dan menyalurkan kebutuhan kritisnya.
Karena itu para pembina rohani remaja perlu memberikan pelayanan yang bersifat menjawab kebutuhan-kebutuhan emosional mereka. Misalnya memberikan solusi bagi remaja yang mengalami luka-luka batin dan kekurangan kasih sayang. Juga jangan mengajar dengan gaya menghakimi atau membodohi. Remaja yang kritis tidak tertarik dengan gaya-gaya pendekatan yang bersifat pembodohan.
Menurut Hurlock (1997, hal 222), perkembangan minat remaja pada agama adalah sebagai berikut:
  • Tahap kesadaran religius. Masa remaja memasuki tahap di mana ia secara emosional dan intelektual memahami adanya perkara-perkara rohani yang bersifat supranatural.
  • Tahap keraguan religius. Pada saat yang sama, remaja mengalami keragu-raguan akan kebenaran-kebenaran agama karena sifat-sifat kritis dan karena pesatnya perkembangan intelektualitas mereka.
Tahap rekonstruksi agama. Jika dibina dan diarahkan secara baik, remaja akan bisa membangun (merekonstruksi) imannya. Karena itu masa remaja sangat cocok untuk bertobat dan memulai kehidupan iman yang baru.