I Miss You,



Sore ini hujan. Deras. Sebanyak air yang jatuh itu aku mencintaimu. Ah, cinta. Membuat hilang segala rasa lapar. Ini agak berlebihan. Mari berprasangka yang baik-baik saja.

Halo, lama tak berjumpa. Sebuah ruangan. Banyak yang berubah tata letak. Dua lukisan yang baru, sekitar bulan Juli lalu sepertinya. Ada sebuah papan kayu, menunjukkan tanggal 26 Juli. Ternyata sudah lama sejak aku menyimpan rasa sakit itu. Saat ini bagaimana? Tak tersisa. Entah kemana.

Sebuah kumpulan cerpen cukup tebal menemani tidurmu. Ada foto, tapi biar menjadi rahasia saja. Bukankah rahasia itu sangat menarik? Ha, sudah sangat lama rasanya. Melihatmu terlelap dibarengi hujan di luar sana. Tiga cerpen selesai ketika kamu kembali membuka mata. Aku kangen kamu.

Mari pulang. Sudah cukup sampai di sini untuk hari ini, atau untuk selamanya? Ini yang terakhir, sebagai salam perpisahan. 

Berkemas, hari masih hujan. Malam membawa hujan. Aku berdiri di bawah sorot lampu. Mendongak ke atas. Rintik di sela pendar cahaya yang sangat romantis. Tiba-tiba lampu itu mati. Mati. Sama seperti setahun lalu yang tak sedikitpun berubah. Ini semacam melihat drama korea ‘I Miss You’ yang baru siang tadi kutuntaskan. Tentang lampu yang pada hitungan kelima akan mati, selanjutnya hidup lagi. Sayang, aku tak sempat menghitung. Aku terlena dengan tersenyum, tetap mendongak sesekali melirik motor yang sebentar lagi membawaku pulang ke kehidupan nyata. Dan gonggongan dua anjing di rumah sebelah merusak mood romantis itu. Dasar anjing!

Pulang. Aku membawa senyum sepanjang jalan. Hujan yang dingin, hujan yang romantis. Tapi aku tak sempat memeluk tubuhmu. Aku lebih suka memeluk dua majalah, dua buku dan sebotol madu dalam sekantong plastik di tanganku. Madu yang sama manisnya seperti cinta ini. Hanya aku.

Jika aku ingin membuat prasangka buruk, maka dapat aku tuliskan seperti ini;

Hari ini adalah waktu tenang untuk tiga hari ke depan. Agar aku tidak tiba-tiba muncul, tiba-tiba telepon mengganggu malam-malammu yang sibuk itu. Hari ini adalah jaminan tiga hari ke depan. Agar aku diam. Tidak merengek rindu karena sudah tuntas untuk pertemuan hari ini. Hari ini adalah, hari terakhir kita berbagi rasa seperti tadi. Hari ini.

Aku juga akan berpura-pura melupakan penutup perjumpaan kita, ketika aku melirik layar hp-mu dan sepertinya ada foto seorang perempuan. Aku akan berpura-pura tidak melihat. Itu merusak bahagia hari ini.

“Jangan kerja terlalu keras, nanti cepat tua.”
“Hahaha, tua itu pasti, dewasa itu pilihan.”

Dan kita memilih untuk tidak keduanya. Tidak tua dan tidak dewasa.