Kisah Kehidupan di Masa Rasulullah



1.      Kisah Uwais al-Qarni Sang Manusia Langit
a.      Kisah
Di negeri Yaman tinggallah seorang pemuda bernama Uwais al-Qarni. Ia hanya hidup bersama ibunya yang sudah tua.  Setiap bangun tidur hingga tidur kembali, kegiatan yang dilakukan adalah mengurusi dan membantu keperluan ibunya. Sehabis dzuhur hingga sore Uwais menggembalakan kambing-kambingnya di tanah lapang.
Saat menggembala, ia sering bertemu dengan kafilah-kafilah pedagang Yaman  yang pulang dari Mekkah. Suatu hari ada pemimpin kafilah yang memberitahunya tentang keberadaan Rasul di Mekkah, ia adalah Muhammad, nabi akhir zaman. Muhammad adalah cucu Abdul Munthallib, yang lahir dari rahim Aminah, istri Abdullah. Muhammad adalah manusia yang selalu berkata benar, pengasih dan penyayang kepada sesama sehingga dijiluki Al-Amin. Ia datang ke Mekkah membawa agama islam.
Sejak mendengar cerita tersebut, Uwais sangat terkagum-kagum dan baginya Muhammad begitu agung dan mulia. Jika kafilah-kafilah pulang dari Yaman, Uwais selalu bertanya banyak hal mengenai Muhammad. Hatinya beriman kalau ajaran yang dibawa Muhammad adalah benar. Uwais menceritakan tentang Muhammad kepada ibunya, juga tentang ajaran-ajaran yang dibawanya. Ibu Uwais pun langsung percaya.
Suatu hari Uwais berbicara dengan ibunya. Ia mengungkapkan keinginannya untuk bertemu dengan Muhammad di Mekkah. Ibu Uwais mengizinnkan, namun juga berpesan setelah bertemu dengan Muhammad untuk tidak berlama-lama di sana dan segera pulang. Ibunya sudah tua jadi tidak bisa melalukan pekerjaan sehari-hari sendiri tanpa dibantu Uwais. Uwais berjanji setelah bertemu dengan Muhammad akan segera pulang.
Maka, berangkatlah Uwais Al-Qarni ke Mekkah dengan bekal secukupnya. Perjalanan dari Yaman ke Mekkah memekan waktu yang lama karena jaraknya yang ratusan kilometer. Uwais menempuh perjalanan itu dengan berjalan kaki.
Sesampainya di Mekkah, Uwais mendatangi rumah Muhammad dengan segera karena kerinduannya selama ini. Namun Uwais tidak menemui siapapun kecuali puti beliau, Fatimah. Uwais memperkenalkan dirinya kepada Fatimah dan menyampaikan maksud kedatangannya untuk bertemu dengan Muhammad. Fatimah sangat terkejut, di dalam hatinya membatin betapa kuat pemuda ini menempuh perjalanan dari Mekkah untuk bertemu dengan ayahnya. Pastilah pemuda ini sangan cinta kepada Rasulullah. Jika Rasulullah ada, pasti beliau sangat senang, namun beliau sedang pergi.
Fatimah berpesan kepada Uwais untuk menunggu ayahnya, karena tidak lama lagi beliau pulang. Apa yang dikatakan Uwais sangat di luar dugaan Fatimah. Uwais langsung berpamitan pulang karena ingat dengan janji ibunya untuk tidak lama-lama di Mekkah, ia harus segera pulang membantu pekerjaan ibunya. Uwais sangat cinta kepada Rasulullah, namun ia lebih cinta kepada ibunya. Suatu saat jika Allah mengizinkan pasti ia bisa bertemu dengan Rasulullah.
Fatimah tidak bisa mencegah Uwais pulang. Tidak lama kemudian Rasulullah datang diikuti Umar Bin Khatab dan Ali Bin Abi Thalib. Rasulullah bertanya kepada Fatimah apakah ada pemuda yang mencarinya. Fatimah heran mengapa ayahnya bisa tahu. Kemudian Rasulullah menjelaskan bahwa Jibril baru saja memberi tahu bahwa harus waspada dengan pemuda tersebut, jika suatu saat bertemu maka mintalah agar mendoakan karena doanya akan selalu dikabulkan Allah. Uwais Al-Qarni begitu istimewa karena dia bukan manusia bumi, melainkan manusia langit.
Sejak peristiwa itu, Umar dan Ali tidak pernah bertemu dengan Uwais Al- Qarni. Pada masa khalifah Abu Bakar, Umar Bin Khatab, dan Ali Bin Abi Thalib r.a. baru bertemu dengan Uwais di perdagangan Syam, mereka langsung meminta untuk didoakan. Akhirnya Umar dan Ali tahu mengapa Uwais diberi gelar sebagai penduduk langit. Julukan yang sangat mulia, menyamai para malaikat Allah. Ia begitu cinta kepada rasulullah dan sangat berbakti kepada ibunya.

b.      Pelajaran yang Bisa Diambil
Seorang anak harus berbakti kepada orang tua selama orang tua tidak menyuruh kita melanggar perintah Allah. Secintanya seorang anak kepada siapapun, namun jika sudah berjanji dengan orang tua harus menepati. Patuh dan berbakti kepada perintah orang tua akan mendatangkan suatu kebaikan, contohnya seperti kisah Uwais Al-Qarni yang berbakti kepada ibunya sehingga mendapatkan julukan manusia langit dan setiap doanya dikabulkan Allah.

2.      Kisah Umair Bin Saad Cerdas dan Cinta Islam
a.      Kisah
Ketika masih kecil, Umair sudah ditinggal mati ayahnya, sehingga ia menjadi anak yatim. Keadaan berubah ketika ibunya menikah lagi dengan Julas Bin Suwaid seorang kaya yang baik budi. Julas memperlakukan Umair seperti anak kandungnya sendiri, ia membesarkan Umair dengan penuh kasih sayang.
Ketika usia Umair 10 tahun, ia sudah masuk islam dan sering ikut shalat berjamaah bersama Rasulullah.  Dengan mantap Umair mengikuti ajaran Rasulullah apalagi ia adalah anak yang cerdas. Ibu Umair selalu bersyukur karena putranya rajin ke masjid dan mendapatkan suami yang sayang kepada anaknya.
Pada tahun ke sembilan Hijriyah, Rasulullah mengumumkan akan berperang dengan tentara Rum di Tabuk. Tabuk adalah suatu wilayah di pemerintahan Syam. Saat itu Umair melihat betapa besar jihad yang dilakukan kaum muslim untuk membuat islam jaya. Mereka menyumbangkan uang untuk melancarkan pembiayaan perang. Ada beberapa orang yang tidak bisa ikut berperang karena tidak mempunyai kuda, Uwais kecewa melihat orang yang tidak bisa ikut berperang. Namun ia juga menyayangkan orang-orang kaya yang tidak mau menyumbangkan uangnya untuk biaya berperang.
Lebih kecewa lagi ketika Umair melihat dan mendengar ayah angkatanya yaitu Julas Bin Suwaid tidak mau menyumbangkan uangnya karena ia tidak mempercayai ajaran islam yang disampaikan Rasulullah. Julas mengatakan jika yang dikatakan Muhammad itu benar tentang kenabiannya, tentunya ia lebih buruk dari keledai. Hati Umair menjadi tidak karuan. Menurut islam, ia harus menghormai ayah tirinya, namun jika melihat perbuatan dan perkataannya, jelas Julas adalah orang yang berbahaya bagi Rasulullah dan agama islam.
Umair kebingungan, jika ia melaporkan tentang perkataan Julas kepada Rasulullah, ia tidak tega karena selama ini ayah tirinya sudah menyayanginya dengan tulus. Namun ayahnya juga sudah menyimpang dari ajaran islam. Setelah berpikir cukup lama, Umair memutuskan untuk melaporkan kepada Rasulullah bahwa ayahnya mengatakan jika Rasulullah adalah nabi, maka dirinya lebih buruk dari keledai.
Mendengar hal tersebut, Rasulullah memanggil Julas untuk bertanya tentang ucapan Umair Bin Sa’ad. Di luar dugaan, Julas membantah apa yang dituduhkan kepadanya, ia menuduh Umair berdusta. Umair menjadi gelisah, ia memandangkan wajahnya kepada Rasulullah, seakan berharap Rasulullah bisa menerima dan mengakui bahwa ia tidak berdusta. Maka dengan hati yang suci, Umair berdoa kepada Allah, untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak berbohong.
Rasulullah memincingkan mata, semua sahabat tahu bahwa Rasulullah sedang menerima wahyu. Julas Bin Suwaid menjadi takut dan menyesal telah berbohong. Rasulullah membacakan firman Allah Al- Quran Surat At-Taubah ayat 74. Mendengar firman tersebut Julas menyesal dan mengakui kebohongannya dan memohon ampun.
Setelah pengakuan Julas, Rasulullah lantas memuji Umair Bin Sa’ad. Walaupun masih kecil, telinganya cukup tajam dan Allah mendengarkan apa yang ia dengar. Kembalilah Julas dalam naungan islam dan para sahabat berdoa agar Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Umair Bin Sa’ad.
Sejak peristiwa itu, rasa kasih sayang Julas kepada Umair semakin besar karena membuatnya berada pada jalan Allah. Berkat Umair yang cerdas dan cekatan dalam melihat apa yang benar telah tampak sejak kecil. Ia berani menyampaikan pendapat dalam saat-saat sulit sekalipun. Seperti ketika ayah tirinya salah, dengan gagah berani Uwais mengingatkan.

b.      Pelajaran yang Bisa Diambil
Menghormati orang tua memang suatu kewajiban, namun seorang anak harus berani melawan orang tua jika ingkar terhadap agama Allah dan berusaha meluruskan agar orang tua kembali pada jalan Allah. Seperti yang dilakukan Umair Bin Sa’ad, karena keberanian membuat ayah tirinya yaitu Julas kembali ke jalan Allah.

3.      Fatimah yang Suka Sedekah
a.      Kisah
Suatu siang, Rasulullah duduk di teras masjid bersama beberapa orang sahabat. Salah satunya adalah Abdurrahman Bin Auf, seorang sahabat yang kaya raya. Tiba-tiba datanglah seorang kakek tua yang meminta sedekah kepada Rasulullah. Rasulullah merasa kasiah melihat kakek tua itu, badannya kurus kering dan badannya hitam karena sengatan matahari. Sepertinya kakek tua itu baru saja menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki.
Rasulullah saat itu sedang tidak membawa makanan, sehingga meminta agar kakek tua datang ke rumah beliau untuk menemui Fatimah, mungkin ia mempunyai makanan. Sesampainya di rumah, kakek bertemu dengan Fatimah Az-Zahra. Kakek tua mengatakan bahwa ia disuruh datang oleh Rasulullah untuk meminta sepotong roti untuk mengganjal perut. Fatimah segera masuk ke dalam rumah dan mencari makanan, namun sayang, ia tak menemukan makanan apapun. Hari itu rumah nabi benar-benar kosong, tak ada makanan dan minuman.
Fatimah segera berpikir tentang apa yang bisa ia berikan kepada kakek tua tersebut. Kemudian ia kembali menemui kakek tua dan mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan dan minuman, akan tetapi Fatimah mempunyai kalung emas yang indah. Kalung tersebut diberikan kepada kakek tua agar menjualnya dan uang dari hasil penjualan bisa untuk membeli makanan dan minuman. Kakek tua sangat berterima kasih kepada Fatimah.
Kakek tua itu tidak langsung menjual kalung tersebut, ia kembali menemui Rasulullah dan berkata bahwa Fatimah memberinya sebuah kalung untuk dijual. Rasulullah terlihat kaget namun wajahnya tetap berseri-seri. Tiba-tiba Abdurrahman Bin Auf yang sejak tadi duduk bersama Rasulullah menawarkan diri untuk membeli kalung tersebut. Ia membelinya dengan harga yang sangat mahal. Dengan uang tersebut kakek tua dapat membeli seekor unta, beberapa potong roti dan kantong besar berisi air minum, selain itu uanganya masih tersusa cukup banyak.
Setelah mendapatkan barang-barang tersebut, kakek tua kembali menemui Rasulullah dan bertanya apa yang harus ia lakukan untuk membalas kebaikan Fatimah. Rasulullah menjawab agar kakek tua berdoa untuk kebahagiaan Fatimah dunia akhirat. Kakek tua menemui Fatimah secara langsung dan mengucapkan terima kasih.
Sehari kemudian ketika sore hari datanglah seorang budah Abdurrahman Bin Auf menghadap Fatimah Az-Zahra. Ia menyerahkan kalung yang beberapa sehari sebelumnya diberikan kepada kakek tua. Fatimah terkejut. Kemudian budak tersebut menjelaskan kalau Abdurrahman telah membeli kalung dari kakek tua dan menghadiahkan kepada Fatimah untuk memiliki kembali. Selain itu Abdurrahman juga menghadiahkan budah tersebut, jadi sekarang Fatimah mempunyai budak. Sebagai ungkapan rasa syukur atas hadiah tersebut, Fatimah membebaskan budak tersebut dan menjadi orang seperti biasanya.

b.      Pelajaran yang Bisa Diambil
Sebagai manusia kita harus saling berbagi dengan manusia yang membutuhkan. Jika kita iklas ketika memberi kepada orang lain, maka niscaya Allah akan mengembalikan dengan nilai yang sama bahkan lebih. Seperti yang dilakukan Fatimah Az-Zahra, dengan iklas ia memberikan kalung kepada kakek tua dan setelah itu ia mendapatkan kalung itu kembali dan seorang budak. Namun karena kebaikan hatinya ia membebaskan budak tersebut.