“ Oh Ibu...”
Siang hari yang begitu menyengat seiring dengan pemandangan sawah yang membentang nan jauh menemani langkahku sepulang dari sekolah. Delapan kilo meter nampaknya tak berasa jauh bagiku. Semangatku untuk menuntut ilmu hingga jenjang yang tinggi senantiasa aku kejar, senantiasa aku pupuk ditengah besarnya badai keterbatasan yang menyelimutinya. Namun lagi dan lagi, suara itu kembali muncul dibenakku.
“Anak orang miskin itu gak usah sok mau kuliah di perguruan tinggi negri, sok cari beasiswa lagi...”
Itulah aungan yang senantiasa dan setiap waktu muncul di benakku, mencoba menakutiku, mencoba memburamkan mimpiku. Komentar seorang tetangga yang kerap kali menyiutkan mimpiku untuk mengecap pendidikan di perguruan tinggi negeri. Aku menyadari walaupun lahir ditengah keluarga yang bisa dibilang sangat sederhana, di tengah-tengah desa nan jauh dari kota, namun aku tetap berhasrat untuk mencoba menerobos melewati lubang yang sangat sempit demi sepercik mimpi. Mimpiku, mimpi ibuku, mimpi keluargaku, mimpi untuk melanjutkan kuliah diperguruan tinggi negeri.
*****
Hari ini begitu cerah, terlebih hari ini adalah hari yang pengumuman seluruh siswa-siswi yang direkomendasi untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri berdasarkan nilai rapor SMA. Dan alhamdulillah ternyata namaku tercantum diantara empat puluhan siswa-siswi program IPA yang siap bertempur menghadapi siswa lain seluruh Indonesia demi memperebutkan sebuah kursi di perguruan tinggi. Perasaan syukur tak hentinya aku panjatkan kepada Allah yang memberi pencerahan akan mimpiku itu.
Segera kuraih kertas pengumuman itu, dan ternyata bertenggerlah namaku diperingkat 22. Walaupun aku gagal meraih paling tidak peringkat 10 besar program IPA sekolahku, aku tetap bersyukur dan terus bersemangat mencari info mengenai kuliah di perguruan tinggi dengan beasiswa.
Bersama beberapa teman sekelasku, aku segera bergegas menuju kantor Bimbingan Konseling untuk mencari informasi beasiswa kuliah di perguruan tinggi. Perasaan was-was masih menyelimutiku mengingat tahun lalu hanya sedikit siswa yang beruntung untuk mengajukan beasiswa ini.
Segera kubuka pintu dan masuk kedalam ruang Bimbingan Konseling. Aku duduk bersampingan dengan Agus teman sekelasku yang sekaligus berkedudukan sebagai ketua kelas. Senangnya lagi, aku dan Agus akhirnya di rekomendasi untuk mengikuti program beasiswa Bidik Misi dari DIKTI. Program beasiswa perguruan tinggi yang memberi kesempatan siswa yang tidak berkemampuan ekonomi untuk bisa kuliah gratis dan ditambah uang saku untuk biaya hidup. Perasaan syukur kepada Allah SWT dalam hati, serta ucapan terimakasih kepada pihak sekolahan yang telah memberi kesempatan bagiku untuk setidaknya mencoba menembus SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun 2012. Oh ibu.. anakmu akan kuliah, guaman dalam hatiku.
*****
Hari berikutnya, bertambahlah semangatku untuk mewujudkan mimpi itu. Mimpi seorang remaja desa, remaja yang biasanya hanya membantu orang tuanya di sawah, remaja dengan rumah sederhana, tak ada TV dan tak punya motor. Orang lain boleh menganggapku keluargaku keluarga rendah, keluarga kecil dan pinggiran, namun insyaallah mimpi-mimpiku tidaklah sebatas mimpi anak jalanan. Itu lah motivasi ibuku, motivasi yang telah membakar semangatku senantiasa terpacu untuk maju.
Tibalah saatnya pendaftaran SNMPTN jalur Undangan. Aku memilih program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya (UB) Malang dan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang (UNNES) Semarang di pilihan selanjutnya. Tak ketinggalan juga dengan sahabatku Agus. Aku rekomendasikan dia untuk memilih Universitas Brawijaya Malang agar nantinya ketika sama-sama bertemu ketika diterima. Tidak hanya Agus saja, Indah, Mutiara dan banyak lagi yang lainya aku ajak untuk mendaftar di universitas yang sama. Aku berharap kami bisa berjuang bersama disana. Aku lebih berpikir tentang persahabatan kami selepas lulus SMA.
*****
Hingga pada saatnya, hari yang aku dan teman-temanku tunggu telah tiba, hari dimana akan memulai sejarah baru keluargaku, hari pengumuman SNMPTN. Dengan penuh harap segera aku buka situs DIKTI, situs pengumuman SNMPTN. Tak ada rasa cemas dan kawatir dalam benakku. Semangan dan hanya semangat itu saja yang di benak pikianku.
Terlihat di situs pengumuman, terpampang nama Arifin Budi Purnomo dinyatakan “TIDAK LOLOS”. Apa dikata, bukan kepalang ketika aku membukanya. Aku dinyatakan tidak lolos seleksi. Sejenak tertegun membaca pengumuman tersebut. Seolah dunia nampak buram, langit menjadi mendung, pandangan menjadi keruh. Aku bingung apa yang terjadi hari ini, seolah aku tak bisa untuk mempercayai kenyataan yang terjadi. Aku tak percaya, aku tidak lolos SNMPTN, aku gagal masuk perguruan tinggi, aku gagal mewujudkan mimpiku dan aku pun gagal membanggakan ibu dan bapakku.
Aku merasa begitu bodoh, mengingat tiga orang sahabatku yang dulunya bersama memilih UB Malang semuanya lolos. Bukan hanya itu, beberapa orang temanku ternyata lolos di IPB, UNDIP, UNNES dan lainya. Sungguh tak aku sangka karena statistik nilai rapor secara rata-rata aku selalu lebih baik dari mereka.
Ya Rabb Ya Tuhanku...
Aku tak mengerti keputusan Mu ini
Apakah seorang miskin ditakdirkan tidak berkesempatan duduk di perguruan tinggi ?
Apakah seorang miskin tidak boleh untuk bermimpi ?
Ya Tuhan...
Berilah petunjuk pada hamba
Berilah hamba kesempatan
Berilah hamba kekuatan
Kesempatan membuktikan kepada mereka
Bahwa kami...
Kami Bisa Ya TUHAN...
Hari yang begitu berat bagiku. Aku tak mampu membawa nama orang tuaku yang selama ini mendukungku. Wajah ibu yang terlihat larut dalam kesedihanku, raut mendung ayahku yang sejauh ini selalu mendukungku. Seolah aku berdiri sendiri, meratapi kegagalan, menghadapi keterbatasan keluarga bodoh kami yang tak tau apa-apa, mengarungi ombak keterbatasan di tengah kicauan busuk orang-orang sekitar
“Makanya, gak usah sok daftarin anaknya ikut tes SNMPTN segala. Toh juga gak lolos kan..?. Anak mu itu bodoh, kampungan, orang kampung gak pantes kuliah di kota”
Hatiku begitu berat menghadapi kentyataan ini. Entah aku harus mengutarakan kepada siapa, meminta bantuan kepada siapa. Tak ada yang mengetahui seluk beluk masuk perguruan tinggi. Keluargaku, tetanggaku, ayahku, ibuku, teman sekitarku semua tak ada yang tau pasti. Hanya pihak sekolah yang mengetahui, apakah ada tes kedua memasuki perguruan tinggi.
Sejenak teringat bahwa perjuanganku sebenarnya belum berakhir. Ternyata pihak sekolah menyarankanku untuk mengikuti seleksi tertulis. Tak disangka masih ada seleksi ujian SNMPTN tulis dan ujian mandiri. Mengapa aku begitu lemah?. Mengapa aku begitu pesimis?. Pertanyaan dari lubuk hati yang menyulut semangatku kembali. Aku harus kembali bertempur, tak ada guna larut dalam kekalahan, lagi pula ini baru kekalahan pertamaku. Masih banyak ronde yang berpeluang untuk dapat aku rebut.
Malam bukan malam, siangpun bukan siang. Hari dan hari aku habiskan untuk “megorak - arik” soal latihan SNMPTN Tulis tahun – tahun sebelumnya. Aku habiskan sisa semangatku untuk menjawab soal-soal latihan. Aku hinakan diriku di setiap sujud malam untuk sebuah permohonan. Aku ingin buat pahlawan hidupku, ibuku, menangis bukan karena kesedihan yang selama ini terjadi. Menangis haru karena aku lolos beasiswa perguruan tingi negeri.
Ya Rabb, Engkau lah tumpuanku
Segala milik Mu
Dan segala merupakan keputusan Mu
Aku pasrahkan nasibku, nasib keluargaku,
Hanya pada Mu..
*****
Pada akhirnya hari pengumuman SNMPTN Tulis telah tiba. Berharap tidak menemui kegagalan kedua kalinya. Berharap Tuhan memberi keputusan terbaik Nya. Keputusan yang membuatku, membuat bapakku, membuat ibuku, membuat keluargaku menangis bahagia. Memulai sejarah baru hidupku dan membuktikan kepada mereka-mereka. Aku bisa, dan aku bisa, bisa karena Nya.
Segera aku buka situs pengumuman SNMPTN. Syukur alhamdulillah, kali ini benar bahwa aku dinyatakan “LOLOS”. Lolos mendapat beasiswa Bidik Misi untuk kuliah di Perguruan Tinggi Negeri. Entah apa yang ada dalam benakku saat itu. Tak mampu diriku mengucapkan sepatah katapun, melainkan rasa syukur kepada Tuhan Rabbku.
Sepulang di rumah, aku sambut ibuku dengan penuh rasa haru. Linangan air mata kebahagiaan mengantarkanku dalam pelukan ibuku. Sejenak ingin berbisik pada ibuku
Oh ibu...
Maafkan anakmu jika selama ini belum bisa memberi yang terbaik untukmu
Mungkin sedikit keberhasilanku ini
Setidaknya membuatmu sedikit tersenyum
Walau terkadang orang sekitar telah melumpuhkan semangatku
Namun engkau selalu menguatkanku
Dan kini aku mulai mewujudkan mimpi-mimpiku itu
Dan kelak kesuksesanku
Untukmu
Wahai Ibuku...
**Sekian**