Seperti Jarak



Gue ujian. Salah satu sub dari ilmu linguistik. Oh, shit! Gue heran dengan mereka yang getol dengan bidang yang satu ini. Apalagi untuk tugas akhir nanti. Oke, tak perlu terburu membahas tugas akhir. Gue lebih suka bercengkrama dengan sastra yang em, sampai sekarang belum ada keberanian untuk publikasi.

Pertama kali bertemu dengannya kira-kira setahun lalu. Bulan Desember. Yah, lupa-lupa ingat. Tapi akhir-akhir ini dia sering muncul. Entah lewat media sosial atau pesan malam-malam itu. Suatu waktu, gue juga dipertemukan dengan dia dalam sebuah acara. Dan asli, malam itu tak ada lelah berdiri, tak ada dingin merayap. Teh hangat yang sama-sama kami sesap, juga obrolan yang sangat nikmat. Gue dan dia mempunyai kesamaan. 

Dia, entahlah. Gue juga nggak mau GR atau gimana. Sepertinya memandang dengan cara yang lain. Dia mau ketika gue minta tolong menyarikan ini itu. Pernah juga malam-malam sama kecewa tidak menghadiri acara. Mungkin kapan-kapan kita bisa bersama.

Ah, waktu. Setidaknya gue mau terlahir lebih cepat.

Aku sengaja tak langsung pulang. Untuk melihat ia dari belakang. Ia yang menuruni tangga itu satu-satu dengan bajunya yang menawan. Lebih-lebih wajahnya.

Dan, gue memandang diri gue sendiri. Pantaskah bersanding dengannya. Dengan baju yang gue kenakan. Batik biru. Ah, terlalu formal. Seperti jarak.